Arti Nama Allah Al-Hakam
Dalil Nama Allah Al-Hakam
Al-Hakam adalah salah satu Asmaul Husna, sebagaimana tersebut dalam hadits berikut ini.
Abu Dawud mengatakan, ar-Rabi’ bin Nafi telah mengabarkan kepada kami dari Yazid—yakni Ibnul Miqdam bin Syuraih—dari ayahnya, dari kakeknya—yakni Syuraih, dari ayahnya—yakni Hani’:
Ketika ia datang sebagai utusan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama kaumnya, beliau mendengar mereka memanggil kuniahnya (julukan dengan didahului kata Abu), ‘Abu al-Hakam’. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya dan berkata kepadanya,
“Sesungguhnya, Allah-lah al-Hakam dan kepada-Nyalah makhluk berhukum. Mengapa kuniahmu disebut Abu al-Hakam?”
Ia menjawab, “Apabila kaumku berselisih dalam suatu urusan, mereka mendatangiku. Lalu aku memutuskan hukum di antara mereka sehingga kedua belah pihak rela.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Betapa bagusnya perbuatanmu ini. Siapa nama anak-anakmu?”
“Saya punya anak bernama Syuraih, Muslim, dan Abdullah,” jawabnya.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya lagi, “Siapakah yang terbesar?”
Aku menjawab, “Syuraih.”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda, “Kalau begitu engkau adalah Abu Syuraih.” (Sahih, HR. Abu Dawud no. 4957)
Arti Nama Allah Al-Hakam
Arti nama Allah al-Hakam sama dengan al-Hakim, Yang menetapkan hukum. Kata hukum dalam bahasa Arab asalnya bermakna mencegah kerusakan dan kezaliman serta menyebarkan keadilan dan kebaikan. (Shifatullah al-Waridah fil Kitab was Sunnah hlm. 88)
Al-Baghawi mengatakan, “Al-Hakam adalah al-Hakim, yaitu Yang apabila menetapkan suatu hukum, hukumnya tidak bisa ditolak atau dihindari. Sifat ini tidak pantas untuk selain Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah Yang Mahacepat hisab-Nya.” (ar-Ra’d: 41)
Susunan kalimat (dalam hadits) menempatkan khabar (al-Hakam) didahului oleh dhamir fashl (huwa). Ini menunjukkan pembatasan sifat tersebut hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi, sifat ini adalah khusus bagi-Nya, tidak meliputi yang lain. (dinukil dari kitab Taisir al-‘Aziz al-Hamid hlm. 616)
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Maksudnya, Dialah yang berhak menjadi hakim atas hamba-Nya. Adapun hukum Allah subhanahu wa ta’ala terbagi menjadi dua:
Hukum kauni (hukum alam)
Terhadap hukum yang ini, tiada seorang pun yang dapat menolaknya. Di antara ayat yang menunjukkan demikian ialah
“Oleh sebab itu, aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkanku (untuk kembali), atau Allah memberi ketentuan/keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (Yusuf: 80)
Hukum syariat
Di hadapan hukum syariat, manusia terbagi menjadi dua golongan: mukmin dan kafir. Orang yang ridha terhadap hukum syariat dan berhukum dengannya, dia adalah mukmin. Adapun yang tidak ridha dan tidak berhukum dengannya, dia kafir.
Di antara ayat yang menunjukkan demikian adalah
“Tentang apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Rabbku. Kepada-Nyalah aku bertawakal dan kepada-Nyalah aku kembali.” (asy-Syura: 10) (al-Qaulul Mufid, 3/23—24 secara ringkas)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Di antara nama-nama Allah adalah al-Hakam al-‘Adl, yaitu yang menghukumi di antara para hamba-Nya di dunia dan di akhirat nanti dengan keadilan-Nya. Jadi, Dia tidak akan berbuat zalim walaupun seberat semut kecil. Dia tidak akan menimpakan dosa seseorang kepada orang lain. Karena itu, Dia tidak memberikan balasan kepada seseorang melebihi dosanya. Allah subhanahu wa ta’ala akan menyampaikan hak kepada setiap yang berhak mendapatkannya. Tidak Dia biarkan seorang pun yang punya hak melainkan haknya akan sampai kepadanya. Dia Yang Mahaadil dalam pengaturannya.
“Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)
Hakim Yang Mahaadil, yang kepada-Nyalah kembalinya hukum segala sesuatu. Allah subhanahu wa ta’ala menghukumi dengan syariat-Nya. Dia menerangkan kepada hamba-Nya tentang semua cara mengadili di antara dua pihak yang bertikai. Dua pihak yang berselisih diberi putusan dengan cara-cara yang adil dan hikmah. Dia menghukumi di antara manusia tentang apa yang mereka perselisihkan.
Allah subhanahu wa ta’ala menghukumi padanya dengan hukum qadha dan qadar, sehingga hukum tersebut berjalan pada mereka sesuai dengan hikmahnya. Dia meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan menempatkannya pada posisinya. Allah subhanahu wa ta’ala memutuskan di antara mereka pada hari pembalasan dan pada hari perhitungan. Dia menghukumi di antara mereka dengan kebenaran.
Makhluk pun memuji-Nya atas hukum-Nya, sampai pun makhluk yang Allah subhanahu wa ta’ala putuskan mendapatkan siksa. Mereka mengakui keadilan Allah subhanahu wa ta’ala dan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menzalimi mereka walaupun seberat semut kecil.” (Tafsir al-Asma’il Husna karya as-Sa’di)
Buah Mengimani Nama Allah Al-Hakam
Mengimani nama Allah subhanahu wa ta’ala al-Hakam akan menumbuhkan ketundukan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab, mengimaninya berarti mengakui kebesaran dan kemampuan-Nya, sekaligus mengakui kelemahan makhluk dan keterbatasan mereka.
Selain itu, mengimani nama Allah al-Hakam akan membuahkan rasa takut kepada-Nya. Sebab, di akhirat kelak, Allah subhanahu wa ta’ala akan menghukumi dengan keadilan yang hakiki. Kalaulah bukan karena rahmat-Nya, niscaya kita akan diazab oleh-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
asysyariah.com
No comment yet, add your voice below!