Skip to content
Berbagai Mandi yang Disunnahkan Ada mandi yang diwajibkan dan ada mandi yang disunnahkan. Sekarang kita akan lihat rincian mandi yang disunnahkan. Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan, Mandi yang disunnahkan ada tujuh belas, yaitu:
  1. Mandi ketika akan mengerjakan shalat Jumat.
  2. Mandi ketika akan mengerjakan shalat Idulfitri.
  3. Mandi ketika akan mengerjakan shalat Iduladha.
  4. Mandi ketika akan mengerjakan shalat istisqa’ (meminta hujan).
  5. Mandi ketika akan mengerjakan shalat khusuf (gerhana bulan) dan shalat kusuf (gerhana matahari).
  6. Mandi setelah memandikan jenazah.
  7. Mandi bagi orang kafir setelah masuk Islam.
  8. Mandi bagi orang yang sembuh dari gila.
  9. Mandi bagi orang yang sadar dari pingsan.
  10. Mandi ketika akan mengerjakan ihram.
  11. Mandi ketika akan memasuki Makkah.
  12. Mandi ketika akan wukuf di Arafah.
  13. Mandi ketika akan mabit (bermalam di Muzdalifah).
  14. Mandi ketika akan melempar tiga jumrah.
  15. Mandi ketika akan mengerjakan thawaf.
  16. Mandi ketika akan mengerjakan sai.
  17. Mandi ketika akan memasuki kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kaidah mengenai mandi wajib dan sunnah Syaikh Ibrahim Al-Bajuri rahimahullah memberikan kaidah penting untuk membedakan antara mandi yang dihukumi wajib dan sunnah: “Semua mandi yang sebabnya ada lebih dahulu, maka hukum mandinya adalah wajib. Setiap mandi yang sebabnya ada belakangan, maka hukum mandinya adalah sunnah. Namun, mandi sunnah bisa juga sebabnya ada lebih dahulu yaitu: (1) mandi karena memandikan jenazah, (2) mandi karena orang kafir masuk Islam, (3) mandi karena sadar dari gila dan pingsan.” (Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:351) Mandi yang paling dianjurkan secara berurutan adalah:
  1. Mandi Jumat
  2. Mandi karena memandikan jenazah
  3. Mandi yang dilihat dari hadits yang banyak membicarakannya
  4. Mandi yang diperselisihkan wajibnya
  5. Mandi yang haditsnya sahih
  6. Mandi yang punya pengaruh pada yang lainnya
Mandi Jumat Hukum mandi Jumat itu sunnah muakkad. Pembahasan dalilnya adalah sebagai berikut. Dalil yang menyatakan hukum mandi Jumat itu sunnah adalah hadits berikut ini. Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Barangsiapa yang berwudhu pada hari Jumat, maka itu baik. Dan barangsiapa yang mandi, maka itu lebih utama.” (HR. Abu Daud, no. 354; Tirmidzi, no. 497. Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan. Al-Hafiz Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dalil lain menyatakan mandi Jumat itu wajib. Dari Abu Sa’di Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hukum mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap yang sudah berusia baligh.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 770 dan Muslim, no. 846). Makna hadits ini adalah mandi Jumat itu sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) karena kompromi dengan hadits sebelumnya. Mandi Jumat dihukumi sunnah, walau bisa dihukumi wajib jika memang jadi bentuk nadzar. Beberapa penjelasan terkait mandi Jumat
  1. Mandi Jumat adalah mandi yang sangat dianjurkan dari mandi-mandi sunnah lainnya.
  2. Mandi Jumat ini juga sangat dianjurkan (sunnah muakkad) karena ada perselisihan para ulama mengenai wajibnya, walau dalam madzhab Syafii, hukum mandi Jumat adalah sunnah (bukan wajib).
  3. Mandi Jumat menjadi wajib jika diniatkan untuk nadzar.
  4. Meninggalkan mandi Jumat itu dihukumi makruh jika ditinggalkan tanpa uzur. Demikian pendapat al-ashah (pendapat yang lebih kuat walau ada perselisihan pendapat yang kuat di dalamnya).
  5. Manakah yang dipilih, mandi Jumat ataukah lebih awal datang ke masjid (at-tabkiir) walau tidak mandi Jumat? Mandi Jumat tetap lebih baik diperhatikan. Alasannya, mandi Jumat ini masih ada pendapat ulama yang menghukumi wajib. Inilah yang disebut dengan muro’atul khilaf, memperhatikan masih adanya perbedaan pendapat ulama.
  6. Jika ada yang berhadats setelah mandi Jumat, maka ia cukup berwudhu tanpa mengulangi mandi Jumat. Begitu pula jika ada yang junub setelah mandi Jumat, maka ia cukup mandi junub tanpa mengulangi mandi Jumat lagi.
  7. Mandi Jumat bertujuan untuk (1) nazhafah (bersih-bersih diri) dan (2) ibadah. Jika tidak ada air sehingga tidak bisa untuk nazhafah, maka tujuan ibadah tetap dikerjakan yaitu dengan cara tayamum sebagai ganti dari mandi.
  8. Siapa saja yang menghadiri shalat Jumat, walaupun ia tidak berkewajiban melaksanakan shalat Jumat, bahkan walau ia diharamkan menghadiri shalat Jumat, maka disunnahkan untuk mandi Jumat. Yang diharamkan menghadiri shalat Jumat, misalnya adalah wanita yang menghadiri shalat Jumat tanpa izin suaminya.
  9. Waktu mandi Jumat adalah mulai dari terbit fajar shadiq (fajar Shubuh). Waktu mandi Jumat berakhir dengan salamnya imam pada shalat Jumat, menurut pendapat muktamad (pendapat resmi madzhab), walau ada yang menyatakan mandi Jumat berakhir ketika masuk dalam shalat Jumat. Waktu mandi Jumat yang afdal (paling utama) adalah ketika mau berangkat shalat Jumat. Karena maksud dari mandi Jumat adalah menghilangkan bau yang tidak enak ketika berkumpul dalam shalat Jumat.
Penjelasan di atas disarikan dari Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:352-353.
  1. Wanita yang melaksanakan shalat Zhuhur di rumahnya pada hari Jumat, apakah dianjurkan mandi Jumat? Jawaban: Mandi Jumat disunnahkan untuk yang menghadiri shalat Jumat saja.
Penjelasan poin 10 bisa dilihat di Al-Imtaa’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii, hlm. 45. Mandi hari raya (Idulfitri dan Iduladha) Ada riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut. Dari Nafi’, (ia berkata bahwa) ‘Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idulfitri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 426. Imam Nawawi menyatakan bahwa atsar ini sahih).
  • Mandi hari raya ini berlaku bagi yang menghadiri shalat Id ataukah tidak.
  • Mandi hari raya ini berlaku bagi yang merdeka atau budak, yang baligh atau masih anak-anak. Mandi hari raya bertujuan untuk berpenampilan bagus pada hari raya.
  • Waktu awal mandi hari raya dari pertengahan malam. Waktu akhirnya adalah dengan tenggelamnya matahari. Karena mandi ini disandarkan pada hari Id di mana hari Id dikatakan berakhir dengan tenggelamnya matahari.
Lihat Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1: 353. Mandi Sunnah Lainnya Mandi ketika akan mengerjakan shalat istisqa’ (meminta hujan). Shalat Istisqa’ adalah shalat ketika meminta hujan kepada Allah.
  • Waktu mandi dimulai ketika akan shalat bagi orang yang shalat sendirian (munfarid) dan ketika manusia akan berkumpul bagi orang yang shalat berjamaah. Waktu mandi selesai ketika berakhirnya shalat.
Mandi ketika akan mengerjakan shalat khusuf (gerhana bulan) dan shalat kusuf (gerhana matahari). Shalat khusuf untuk gerhana bulan, sedangkan shalat kusuf untuk gerhana matahari.
  • Waktu mandi dimulai ketika terjadi perubahan (tagh-yir), dan berakhir ketika terjadi injila’ taam (gerhana hilang sempurna).
Mandi setelah memandikan jenazah.
  • Mandi ini berlaku ketika memandikan jenazah muslim atau kafir.
  • Waktu mandi dimulai setelah memandikan jenazah, sedangkan berakhir ketika berpaling darinya (i’rodh ‘anhu, enggan untuk mandi).
  • Begitu juga yang mentayamumkan jenazah disunnahkan pula untuk mandi.
  • Alasan sunnahnya: karena menyentuh jasad jenazah yang lepas dari ruh, tentu menjadi lemas, dan air itu menguatkannya.
  • Di sini boleh yang memandikan jenazah dalam keadaan suci atau haidh, berlaku hukum mandi setelah memandikan jenazah tersebut. Dalam hadits disebutkan, “Siapa yang memandikan jenazah, hendaklah ia mandi. Siapa yang memikul jenazah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Ibnu Hibban, no. 1161; Al-Baihaqi dalam Al-Kubra, 1:302; dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
  • Bagi yang menyentuh jenazah disunnahkan untuk berwudhu.
Mandi bagi orang kafir setelah masuk Islam.
  • Waktu mandi dimulai ketika mulai masuk Islam. Waktu mandi berakhir ketika sudah berlalu waktu yang lama atau berpaling darinya (i’rodh ‘anhu, enggan untuk mandi).
  • Yang diperintahkan mandi di sini adalah mandi karena masuk Islam dan sebelumnya kafir termasuk juga orang murtad yang masuk Islam kembali, begitu pula yang masuk Islam sendirian atau ikut yang lain.
  • Ketika masuk Islam disunnahkan pula menghilangkan rambut sebelum mandi. Itu selama pada masa kafir tidak berhadats akbar. Jika berhadats akbar di masa kafir, maka mencukur rambut dilakukan setelah mandi. Yang tidak perlu dicukur adalah jenggot (lihyah) dan alis (haajib).
  • Ada tiga keadaan disunnahkan mencukur habis rambut kepala: (1) orang kafir ketika masuk Islam, (2) bayi yang baru lahir, (3) ketika manasih umrah atau haji. (Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:355)
  • Mandi ketika masuk Islam itu dihukumi sunnah jika selama masa kafir tidak pernah junub atau haidh. Jika pernah mengalaminya, maka diperintahkan mandi wajib ketika masuk Islam. Menurut pendapat ashah.
Mandi bagi orang yang sembuh dari gila dan mandi bagi orang yang sadar dari pingsan.
  • Mandi ini dinyatakan sunnah jika memang selama keadaan tidak sadar tidak mengalami junub. Jika mengalami junub, maka diperintahkan untuk mandi wajib.
  • Mandi ini dilakukan mulai ketika sudah dalam keadaan sadar.
Mandi ketika akan mengerjakan ihram.
  • Mandi ini dimulai ketika ingin berihram baik ketika akan haji, umrah, atau haji dan umrah, atau ihram secara mutlak.
  • Mandi ini berlaku untuk baligh, yang belum baligh, majnuun (hilang kesadaran), yang dalam keadaan sadar (berakal), yang dalam keadaan suci, yang sedang haidh. Jika yang berihram tidak mendapati air, maka boleh tayamum untuk menggantikan mandi ihram.
Mandi ketika akan memasuki Makkah.
  • Ini berlaku pada yang berihram haji atau umrah, dilakukan ketika akan masuk Makkah, disunnahkan ketika masuk tempat yang namanya Dzi Thuwa.
  • Mandi ketika akan memasuki Makkah juga berlaku bagi yang tidak berihram.
Mandi ketika akan wukuf di Arafah.
  • Waktu mandi dimulai dari Shubuh hari Arafah seperti mandi Jumat. Yang paling afdal untuk mandi adalah mendekati waktu zawal (tergelincirnya matahari, yaitu mendekati Zhuhur).
  • Waktu wukuf adalah mulai dari zawal pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu fajar pada 10 Dzulhijjah.
Mandi ketika akan mabit (bermalam di Muzdalifah).
  • Namun, yang tepat adalah tidak disunnahkan karena waktunya dekat dengan mandi di Arafah.
  • Mabit di Muzdalifah didapati dengan mendapati separuh malam kedua walaupun sebentar.
Mandi ketika akan melempar tiga jumrah.
  • Dilakukan ketika melempar jumrah kubra (jumrah ula), wustha, dan ‘aqabah.
  • Dilakukan pada tiga hari tasyrik, yaitu 11, 12, 13 Dzulhijjah (hari tasyrik).
  • Waktunya dimulai dari waktu fajar, tetapi yang afdal adalah bakda zawal.
  • Melempar jumrah ‘aqabah di tanggal 10 Dzulhijjah tidak diperintahkan untuk mandi karena dekatnya dengan waktu wukuf di Arafah.
Mandi ketika akan mengerjakan thawaf (baik untuk thawaf qudum, ifadhah, wada’) Yang tepat tidak disunnahkan. Karena waktu thawaf itu bisa kapan pun. Mandi lainnya dijelaskan dalam kitab-kitab besar seperti:
  • Mandi ketika akan mengerjakan sai.
  • Mandi ketika akan memasuki kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Mandi setelah bekam.
Referensi: Fath Al-Qarib Al-Mujib. Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi. Penerbit Thaha Semarang. Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri. Penerbit Dar Al-Minhaj. Muhammad Abduh Tuasikal rumaysho.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh