Skip to content
Dosa Dosa Yang Dianggap Biasa Bagian 2 Baik kali ini kita akan melanjutkan materi tentang Dosa Dosa Yang Dianggap Biasa.
  1. Bersumpah Dengan Nama Selain Nama Allah
Allah ﷻ bersumpah dengan nama apa saja yang Ia kehendaki dari segenap makhluk-Nya. Sedangkan makhluk, mereka tidak diperbolehkan bersumpah dengan nama selain Allah ﷻ. Namun bila kita saksikan realita kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang yang bersumpah dengan nama selain Allah ﷻ. Sumpah merupakan salah satu bentuk pengagungan. Karenanya ia tidak layak diberikan kecuali kepada Allah ﷻ. Dalam sebuah hadits marfu’ dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu diriwayatkan: “Ketahuilah, sesungguhnya Allah ﷻ melarang kalian bersumpah dengan nama nenek moyangmu. Barang siapa bersumpah hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah ﷻ atau lebih baik diam”.[20] Dan dalam hadits Ibnu Umar Radhiallahu’anhu yang lain: “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah ﷻ, maka ia telah berbuat syirik”.[21] Dalam hadits lain Nabi ﷺ‬ bersabda: “Barang siapa bersumpah demi amanat, maka ia tidak termasuk golongan kami”. [22] Karena itu tidak diperbolehkan bersumpah demi Ka’bah, demi amanat, demi kemuliaan, dan demi pertolongan. Juga tidak boleh bersumpah dengan berkah atau hidup seseorang. Tidak pula dengan kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, atau anak tertua. Semua hal tersebut adalah haram. Barangsiapa terjerumus melakukan sumpah tersebut, maka kaffaratnya (tebusannya) adalah membaca : ‘laa Ilaaha Illallah’, sebagaimana tersebut dalam hadits shahih: “Barang siapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata: “Demi Latta dan ‘Uzza”, maka hendaknya ia mengucapkan: ‘Laa Ilaaha Illallaah'”.[23] Termasuk dalam bab ini adalah beberapa lafadz kesyirikan dan lafadz yang diharamkan, yang biasa diucapkan oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya adalah: ‘Aku berlindung kepada Allah ﷻ dan kepadamu, saya bertawakkal kepada Allah ﷻ dan kepadamu, ini adalah dari Allah ﷻ dan darimu, tak ada yang lain bagiku selain Allah ﷻ dan dirimu, di langit cukup bagiku Allah ﷻ dan di bumi cukup bagiku dirimu, kalau bukan karena Allah ﷻ dan fulan [24]; saya terlepas diri dari Islam, wahai waktu yang sial [25]; alam berkehendak lain. Termasuk dalam bab ini pula adalah semua nama-nama yang dihambakan kepada selain Allah ﷻ, seperti Abdul Masih, Abdun Nabi, Abdur Rasul, Abdul Husain. Di antara istilah dan semboyan modern yang bertentangan dengan tauhid adalah: ‘Islam sosialis, demokrasi Islam, kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan, agama untuk Allah ﷻ dan tanah air untuk semua, atas nama arabisme, atau nama revolusi dan sebagainya. Termasuk hal yang diharamkan adalah memberikan gelar raja diraja, hakim para hakim atau gelar sejenisnya kepada seseorang. Memanggil dengan nama sayyid (tuan) atau yang semakna kepada orang munafik atau kafir, dengan bahasa arab atau bahasa lainnya. Menggunakan kata “andaikata” yang menunjukkan penyesalan dan kebencian sehingga membuka pintu bagi syaitan. Termasuk juga yang dilarang adalah ucapan; “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki” [26].
  1. Duduk Bersama Orang-Orang Munafik atau Fasik Untuk Beramah-Tamah
Banyak orang yang lemah imannya, bergaul dengan sebagian orang fasik dan ahli maksiat, bahkan mungkin ia bergaul pula dengan sebagian orang yang menghina syari’at Islam, melecehkan Islam dan para penganutnya. Tidak diragukan lagi, perbuatan semacam itu adalah haram dan membuat cacat akidah, Allah ﷻ berfirman: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain, dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)”. (Q.S; Al An’am: 68). Karenanya, jika keadaan mereka sebagaimana yang disebutkan oleh ayat di atas, betapapun hubungan kekerabatan, keramahan dan manisnya mulut mereka, kita dilarang duduk-duduk bersama mereka, kecuali bagi orang yang ingin berdakwah kepada mereka, membantah kebathilan atau mengingkari mereka, maka hal itu dibolehkan. Adapun bila hanya dengan diam, atau malah rela dengan keadaan mereka maka hukumnya haram. Allah ﷻ berfirman: “Jika sekiranya kamu ridha kepada mereka maka sesungguhnya Allah ﷻ tidak ridha kepada orang-orang yang fasik”. (Q.S; At Taubah: 96).
  1. Tidak Thuma’ninah Dalam Shalat
Di antara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat. Rasulullah ﷺ‬ bersabda: “Sejahat-jahatnya pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya”, mereka bertanya: “Bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?” Beliau menjawab: “(Ia) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya”.[27]. Meninggalkan thuma’ninah[28], tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ serta ketika duduk diantara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Bahkan hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya. Thuma’ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah ﷺ‬ bersabda: “Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud “.[29] Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, pelakunya harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya. Abu Abdillah Al Asy’ari Rahimahullah berkata: “(suatu ketika) Rasulullah ﷺ‬ shalat bersama shahabatnya, kemudian beliau duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk masjid dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk [30], maka Rasulullah ﷺ‬ barsabda: “Apakah kalian menyaksikan orang ini?, barang siapa meninggal dunia dalam keadaan seperti ini (shalatnya), maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup (kenyang) dengannya”. [31] Zaid bin Wahb rahimahullah berkata: “Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata: “Kamu belum shalat, seandainya engkau mati (dengan membawa shalat seperti ini), niscaya engkau mati di luar fitrah (Islam) yang sesuai dengan fitrah diciptakannya Muhammad ﷺ‬”. Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits: “Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat”.
  1. Banyak Melakukan Gerakan Sia-Sia Dalam Shalat
Sebagian umat Islam hampir tak terelakkan dari bencana ini, yakni melakukan gerakan yang tak ada gunanya dalam shalat. Mereka tidak mematuhi perintah Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'”. (Q.S; Al Baqarah: 238). Juga tidak memahami firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”. (Q.S; Al Mu’minuun: 1-2). Suatu saat Rasulullah ﷺ‬ ditanya tentang hukum meratakan tanah ketika sujud. Beliau ﷺ‬ menjawab: “Janganlah engkau mengusap sedangkan engkau dalam keadaan shalat, jika (terpaksa) harus melakukannya maka (cukup ) sekali meratakan kerikil “. [32]. Para ulama menyebutkan, bahwasanya banyak gerakan secara berturut-turut tanpa dibutuhkan dapat membatalkan shalat. Apalagi jika yang dilakukan tidak ada gunanya dalam shalat. Berdiri di hadapan Allah ﷻ sambil melihat jam tangan, membetulkan pakaian, memasukkan jari ke dalam hidung, melempar pandangan ke kiri, kanan, atau ke atas langit. Ia tidak takut kalau-kalau Allah ﷻ mencabut penglihatannya, atau syaitan melalaikannya dari ibadah shalat. Insyalallah Bersambung… Referensi: [1] . Hadits riwayat Hakim: 2/ 375 dan dihasankan oleh Syaikh Al Bani dalam Ghaayatul Maram, hal: 14. [2] . Hadits riwayat Muslim, kitab al fadhail, hadits No; 130, tahqiq. Abdul Baqi. [3] . Hadits riwayat Abu Daud : 3486, shahih Abi Daud No: 977 (hadits ini disepakati keshahihannya. Bin Bazz rahimahullah). [4] . Hadits shahih riwayat Daruquthni; 3/7. [5] . Muttafaq ‘alaih. Bukhari, hadits; No: 2511 cet. Al Bugha. [6] . Hadits riwayat Bukhari, Fathul Bari : 8/ 176. [7] . Hadits riwayat Muslim, kitab shahih Muslim; No : 1978, tahqiq. Abdul Baqi. [8] . Lihat Taisirul Azizil Hamid, cet. Al Ifta’. Hal: 158. [9] . Hadits riwayat Baihaqi, As Sunanul Kubra; 10/ 116. Sunan Tirmidzi; No: 3095. Syaikh Al Bani rahimahullah menggolongkannya kedalam hadits hasan. Lihat Ghaayatul Maram : 19. [10] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 429 dalam Shahihul Jami’, hadits No: 5939. [11] . Shahih Muslim, 4/ 1751. [12] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 2/ 333. [13] . Hadits riwayat Ahmad, 4/ 156 dan dalam Silsilah Shahihah, No; 492. [14] . Hadits riwayat Muslim, 4/ 2289. [15] . Hadits riwayat Muslim, hadits; No : 2985. [16] . Hadits riwayat Ahmad, 1/ 389, dalam Shahihul Jami’; No: 3955. [17] . Hadits riwayat Thabrani dalam Al Kabiir; 18/ 162, lihat; Shahihul Jami’ No; 5435. [18] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 220, Silsilah as shahihah; No: 1065. (hadits ini lemah, sebaiknya disebutkan dengan menjelaskan kelemahannya, Bin Bazz rahimahullah). [19] . Hadits riwayat Abu Daud; No: 3910, dalam silsilah shahihah; No: 430. [20] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 11/ 530. [21]. Hadits riwayat Ahmad; 2/ 125, lihat pula Shahihul Jami’; No: 6204. [22] . Hadits riwayat Abu Daud; No: 3253, dan dalam Silsilah Shahihah; No: 94. [23] . Hadits riwayat Bukhari, lihat fathul Bari; 11/ 536. [24]. (Yang benar hendaknya diucapkan dengan kata “kemudian”. Misalnya, saya berhasil karena Allah ﷻ kemudian karena dirimu. Demikian pula hendaknya dalam lafadz-lafadz yang lain.Bin Baz). [25] . Demikian pula dengan setiap kalimat yang mengandumg pencelaan terhadap waktu, seperti, ini zaman edan, ini saat yang penuh kesialan, zaman yang memperdaya. Sebab pencelaan kepada masa akan kembali kepada Allah ﷻ, karena Dialah yang menciptakan masa tersebut. [26]. Untuk pembahasan yang lebih luas, lihat mu’jamul manahi Al Lafdziyyah, syaikh Bakr Abu Zaid. [27]. Hadits riwayat Imam Ahmad, 5/ 310 dan dalam Shahihul jami’ hadits no: 997. [28] . Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan, para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan ketika membaca tasbih. Lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq: 1/ 124 ( pent). [29] . Hadits riwayat Abu Daud; 1/ 533, dalam shahihul jami’, hadits; No: 7224. [30] . Sujud dengan cara mematuk maksudnya: Sujud dengan cara tidak menempelkan hidung dengan lantai, dengan kata lain, sujud itu tidak sempurna, sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas t bahwasanya ia mendengar Nabi ﷺ‬ besabda: “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud denga tujuh anggota badan(nya), wajah, dua telapak tangan,dua lutut dan dua telapak kakinya”. HR. Jama’ah, kecuali Bukhari, lihat fiqhus sunnah, sayyid sabiq: 1/ 124. [31] . Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya: 1/ 332, lihat pula shifatus shalatin Nabi, Oleh Al Albani hal: 131. [32]. Hadits riwayat Abu Dawud; 1/ 581; dalam shahihil jami’ hadits; No: 7452 (Imam Muslim meriwayatkan hadits senada dari Mu’aiqib , Bin Baz) [33]. Hadits riwayat Baihaqi dalam As Sunanul Kubra:10/ 104; dalam As Silsilah As Shahihah hadits; No: 1795. [34] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 320-321. [35] . Hadits riwayat Muslim, hadits; No: 474,tahqiq. Abdul Baqi. [36]. Hadits riwayat Baihaqi; No: 2/ 93, dan hadits tersebut dihasankan dalam Irwa’ul Ghalil; 2/ 290. [37] . Hadits riwayat Bukhari, hadits; No: 476, cet. Al Bagha. [38] . Hadits riwayat Bukhari, lihat; Fathul Bari; 2/ 339. [39] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 395. [40] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 396. [41] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 102-103. [42] . Hadits riwayat Ahmad; 1/ 300, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 6565. [43] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 6/ 314. [44] . Lihat Zawaidul Bazzar; 2/ 181, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 547. [45] . Hadits riwayat Ahmad; 5/ 277, dalam Shahihul Jami’; hadits; No: 2703. [46] . Hadits riwayat Thabrani dalam; Al Kabir; 17/ 339, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 1934. [47] . Hadits riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah t; 1/ 243, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 5918. [48]. Yang benar adalah dia boleh memilih antara membayar kaffarat satu dinar atau setengahnya. Baik di awal haid atau di akhirnya. Adapun dinar adalah senilai 4/6 junaih Saudi, sebab satu junaih Saudi sama dengan 1, ¾ dinar, Bin Baz. [49] . Hadits riwayat Ahmad; 2/479, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 5865. [50] . Hadits riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah t; 1/243, dalam Shahihul Jami’, hadits No: 5918. [51] . Hadits riwayat Abu Daud; 2/ 601, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 6491. [52] . Hadits riwayat Tirmidzi; 3/ 474 [53] . Hadits riwayat Muslim; 4/ 1711. [54] . Hadits riwayat Thabrani dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 4921. [55] . Hadits riwayat Ahmad; 1/ 412, Shahihul Jami’; 4126. [56] . Hadits riwayat Ahmad; 6/ 357, dalam Shahihul Jami’, hadits; No: 2509. [57] . Hadits riwayat Thabrani dalam Al Kabir; 24/ 342, Shahihul Jami’; 70554, lihat; Al Ishabah; 4/ 354, cet. Darul Kitab Al ‘Arabi. [58] . Hadits riwayat Ahmad; 4/ 418, Shahihul Jami’; 105. [59] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 444, Shahihul Jami’; 2073. [60] . Hadits riwayat Muslim; 2/ 977 [61] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 11/ 26. [62] . Hadits marfu’ riwayat Ahmad; 2/ 69, Shahihul Jami’; 3047. [63] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 8/ 45. [64] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 8/ 45. [65]. Mula’anah saling melaknat antara suami dengan istri, karena tuduhan zina. [66]. Hadits riwayat Abu Daud; 2/ 695, lihat Misykatul Mashabih; 3316. [67] . Hadits riwayat Muslim; 3/ 1219. [68]. Hadits riwayat Hakim dalam Mustadrak; 2/ 37, Shahihul Jami’; 3533. [69] . Hadits riwayat Ahmad; 5/ 225, lihat Shahihul Jami’; 3375. [70] . Hadits riwayat Hakim; 2/ 37, Shahihul Jami’; 3542. [71]. Seperti untuk membangun W.C umum atau yang semisalnya. (pent). [72] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 99. [73] . Hadits riwayat Ibnu Majah; 2/ 754, Shahihul Jami’; 6705. [74] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 4/ 328. [75] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 484. [76] . Lihat Silsilatul Ahadits Shahihah; 1057. [77] . Hadits riwayat Ahmad; 1/ 129, Ahmad Syakir berkata; Isnad hadits ini shahih, hadits; No: 1065 (hadits tersebut terdapat dalam shahihain, Bin Baz). [78]. Tentang hukum asuransi dan solusinya menurut Islam, lihat majalah; Al buhuts Al Islamiyah; edisi; 17,19.20. terbitan Ar Ri’asatul Aammah Li Dirasatil Ilmiyah. [79]. Ini merupakan ringkasan diskusi bersama Syaikh Abdul Muhsin Az Zamil, semoga Allah ﷻ menjaganya, kalau tidak salah beliau telah menulis makalah khusus tentang masalah ini. [80] . Hadits riwayat Muslim; 904. [81] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 12/ 81. [82] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 387, Shahihul Jami’; 5069. [83] . Hadits riwayat Ibnu Majah; 2313, Shahihul Jami’; 5114. [84] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 5/ 103. [85].Hadits riwayat Thabrani dalam Al Kabir; 22/ 270, ShahihulJami’;2719. [86] . Hadits riwayat Muslim; Syarh Nawawi; 13/ 141. [87] . Hadits riwayat Muslim; 4/ 1726. [88] . Hadits riwayat Abu Daud; 5132, hadits ini terdapat dalam shahihain, Fathul Bari; 10/ 450, kitab adab; bab ta’awunul mukminin ba’dhuhum ba’dhan. [89] . Hadits riwayat Ahmad; 5/ 261, Shahihul Jami’; 6292. [90] . Diambil dari keterangan syaikh Abdul Aziz bin Baz secara lisan. [91]. Al Adab Asy Syar’iyah oleh Ibnu Muflih : 2/176. [92]. Hadits riwayat Ibnu Majah, 2/817; Shahihul Jami’ 1493 (lebih bijaksana jika dikomentari tentang derajat hadits, sebab ia termasuk Hadits dhaif). [93] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul bari; 4/ 447. [94]. Secara umum, hal ini dibolehkan manakala masih dalam hal memberi nafkah kepada anak yang lemah, sedang sang ayah mampu. Bin Baz. [95] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 5/ 211. [96] . Fathul Bari; 5/ 211. [97] . Shahih Muslim; 3/ 1243. [98] . Masa’ilul Imam Ahmad, oleh Abu Dawud, hal. 204. Imam Ibnul Qayyim telah mentahqiq masalah ini dalam Hasyiah Ala Abi Daud dengan keterangan yang sangat jelas. [99] . Hadits riwayat Ahmad; 4/ 269, shahih Muslim; 1623. [100] .Hadits riwayat Abu Daud; 2/ 281, Shahihul Jami’; 6280. [101]. Hadits riwayat Ahmad; 1/ 388, Shahihul Jami’; 6255. Dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah t disebutkan: “Barang siapa meminta-minta harta manusia agar dapat mengumpulkan harta banyak-banyak, sungguh ia telah meminta bara api, maka silahkan ia mengurangi atau memperbanyak”. Bin Baz. [102] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 5/ 54. [103] . Hadits riwayat Nasa’i, lihat Al Mujtaba; 7/ 314, Shahihul Jami’; 3594. [104] . Hadits riwayat Thabrani dalam Al Kabir; 19/ 136, ShahihulJami’; 4495. [105] . Hadits riwayat Muslim; 3/1587. [106]. Hadits riwayat Thabrani; 12/45, Shahihul Jami’; 6525. [107]. Hadits riwayat Ahmad; 5/ 342, Shahihul Jami’; 5453. [108] . Hadits riwayat Muslim; 3/1587. [109] . Hadits yang mengatakan: “Semua yang banyak jika memabukkan, maka sedikitpun diharamkan” telah diriwayatkan Abu Dawud dengan No : 3681, tertera dalam Shahihnya dengan no: 3128). [110] . Hadits riwayat Ibnu Majah; 3377, Shahihul Jami’; 6313. [111] . Hadits riwayat Muslim; 3/1634. [112]. Diambil dari keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz secara lisan. [113] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 5/261. [114] . Tafsir Ibnu Katsir: 6/333. [115] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 51. [116]. As Silsilah Ash Shahihah; 2203, diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam kitab Dzammul Malahi dan At Tirmidzi; No: 2212. [117] . Saat ini bahkan kita kenal istilah dakwah lewat musik. Adakah pencampur-adukan antara kebenaran dan kebatilan yang lebih nyata dari ini? [118] . Hadits riwayat Muslim; 4/ 2001. [119] . As silsilah As Shahihah; 1871. [120]. Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/472. Dalam An Nihayah karya Ibnu Atsir; 4/11 disebutkan: “ …..Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba. [121] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 1/317. [122] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 11/ 24. [123] . Hadits riwayat Muslim; 3/ 1699. [124] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 385, Shahihul Jami’; 6022. [125] . Hadits riwayat Bukhari; lihat Fathul Bari; 11/83. [126] . Hadits riwayat Muslim; 1/ 102. [127] . Hadits riwayat Ahmad; 6/ 254, Shahihul Jami’; 5571. [128] . Hadits riwayat Bukhari; 3/ 465. [129] . Hadits riwayat Abu Daud; 4/ 353, Shahihul Jami’; 2770. [130] . Hadits marfu’ dari Abu Musa Al Asy’ari, riwayat Ahmad; 4/ 393, Shahihul Jami; 207. [131] . Hadits riwayat Muslim; 3/1655. [132] . Hadits riwayat Muslim; 3/1680. [133] . Hadits riwayat Muslim; 3/ 1676. [134] . hadits riwayat Muslim; 3/ 1679. [135] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/332. [136] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/333. [137]. Hadits riwayat Abu Daud; 4/ 355, Shahihul Jami’; 5071. [138]. Hadits riwayat Abu Daud; 4/ 419, Shahihul Jami’; 8153. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Nasa’i dengan sanad yang shahih, Bin Baz rahimahullah. [139] . Hadits riwayat Muslim; 3/1663. [140] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 382. [141] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 385. [142] . Hadits riwayat Muslim; 3/1671. [143] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/380. [144] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 6/ 540. [145] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 12/ 427. [146] . Hadits riwayat Muslim; 2/ 667. [147] . Hadits riwayat Ibnu Majah; 1/ 499, dalam Shahihul Jami’; 5038. [148] . Ibid [149] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 1/ 317. [150] . Hadits riwayat Ahmad; 2/ 236, Shahihul Jami’; 1213. [151] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 465. [152]. Hadits riwayat Ibnu Majah; 1/ 505, dalam Shahihul Jami’; 5068. [153] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/ 443. [154]. Hadits riwayat Ahmad; 1/ 402, dalam Shahihul Jami’; 623. [155]. Hadits riwayat bukhari; dalam Al Adabul Mufrad; 103, As Silsilah As Shahihah; 65. [156]. Hadits riwayat Ahmad; 3/ 453, dalam Shahihul Jami’; 6348. [157] . Hadits riwayat Muslim; 4/1770. [158] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/465. [159] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 10/465. [160]. Hadits riwayat Ibnu Majah; 1/505, Shahihul Jami’ 5063. [161] . Hadits riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari; 3/163. [162] . Hadits riwayat Muslim; No: 934. [163] . Hadits riwayat Muslim; 3/1673. [164]. Hadits riwayat Abu daud; 5/ 215, Shahihul Jami’; 7635. [165]. Hadits riwayat Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad No: 406, dalam Shahihul Jam’; 6557. [166] . Hadits riwayat Muslim; 4/1988. [167] . Hadits riwayat Bukhari, li محرمات استهان بها كثير من الناس يجب الحذر منها hat Fathul Bari; 10/492. [168] .Seperti hajr (pemutusan hubungan) yang dilakukan Nabi ﷺ‬ kepada Ka’ab bin Malik t dan dua orang kawannya, karena beliau melihat dalam hajr tersebut terdapat maslahat. Sebaliknya beliau menghentikan hajr kepada Abdullah bin Ubay bin Salul dan orang-orang munafik lainnya karena hajr kepada mereka tidak membawa faedah. Bin Baz rahimahullah. [169] .Sebenarnya pembahasan masalah ini masih panjang. Penulis berkeinginan untuk melengkapi buku ini, Insya Allah akan membahas secara tersendiri beberapa larangan yang termaktub dalam Kitab dan Sunnah. sumbner: islamhouse.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh