Hidayah Adalah Anugerah Terbaik
Hidayah adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan saleh. Setiap orang yang mengajarkan satu bentuk ilmu atau mengarahkan para penuntut ilmu untuk menempuh jalan dalam memperoleh ilmu, dia adalah seorang dai kepada hidayah. Setiap orang yang mengajak kepada amalan saleh yang terkait dengan hak Allah subhanahu wa ta’ala atau hak makhluk, baik secara umum maupun khusus, dia adalah seorang dai kepada hidayah. Orang yang menyampaikan nasihat agama maupun dunia yang akan mendatangkan manfaat secara din (agama), dia adalah seorang dai kepada hidayah. Setiap orang yang mendapatkan hidayah dalam hal ilmu dan amal lalu dia diikuti oleh orang lain, dia adalah dai kepada hidayah. Setiap orang yang membantu orang lain melakukan amalan kebaikan atau kegiatan yang manfaatnya dirasakan secara umum, dia pun termasuk hidayah.
Adapun yang berlawanan dengan semua hal di atas, dia adalah dai kepada kesesatan.
Para penyeru kepada hidayah adalah pemimpin kaum yang bertakwa dan kaum mukminin pilihan. Adapun para penyeru kesesatan adalah orang-orang yang mengajak kepada neraka.
Setiap orang yang membantu orang lain dalam amalan kebaikan dan takwa, dia termasuk dai kepada hidayah. Adapun orang yang membantu orang lain dalam perbuatan dosa dan permusuhan, dia tergolong penyeru kepada kesesatan.” (Bahjatul Qulub, hlm. 36—37)
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “mengajak kepada hidayah” artinya menjelaskan hidayah dan mengajak orang lain kepadanya. Misalnya, ia menjelaskan kepada orang lain bahwa dua rakaat shalat Dhuha hukumnya sunnah dan seyogianya seorang muslim mengerjakannya. Kemudian, penjelasannya ini diikuti oleh orang lain sehingga mereka pun mengerjakan shalat Dhuha. Maka dari itu, ia akan mendapatkan pahala mereka tanpa mengurangi sedikit pun pahala milik mereka, karena keutamaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala amat luas.
Contoh lain, ia menyampaikan kepada orang lain, “Hendaknya kalian menjadikan witir sebagai akhir shalat di malam hari. Janganlah kalian tidur melainkan telah mengerjakan witir. Akan tetapi, barang siapa ingin sekali mengerjakannya pada akhir malam, hendaknya ia mengerjakannya pada akhir malam.”
Lantas ia diikuti oleh orang lain dalam hal ini, ia memperoleh pahala mereka. Artinya, setiap orang yang diberi hidayah oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk mengerjakan witir melalui sebabnya, ia akan memperoleh pahalanya. Demikian juga halnya amalan saleh yang lain.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hidayah dimulai dengan keterangan dan penjelasan, setelah itu taufik dan ilham. Hal ini setelah adanya keterangan dan penjelasan. Tidak ada jalan untuk mencapai tahap keterangan dan penjelasan kecuali melalui para rasul. Apabila tahap keterangan dan penjelasan telah tercapai, hidayah taufik bisa terwujud. (Fathul Bari 1/211)
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
“Demi Allah, pendidikan orang tua tidak akan bermanfaat jika tidak didahului oleh pilihan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap anak tersebut. Sesungguhnya, jika Allah subhanahu wa ta’ala memilih seorang hamba, Allah subhanahu wa ta’ala akan menjaganya semenjak ia kecil. Allah subhanahu wa ta’ala juga memberinya hidayah menuju jalan kebenaran serta membimbingnya ke arah yang lurus. Allah subhanahu wa ta’ala akan membuatnya menyenangi hal-hal yang baik dan akan menjadikan dirinya membenci hal-hal yang buruk.” (Shaidul Khathir hlm. 299)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Setiap hamba benar-benar sangat membutuhkan kontinuitas hidayah Allah subhanahu wa ta’ala kepada dirinya ke jalan yang lurus. Sebagai hamba, ia sangat membutuhkan maksud dari doa ini. Sebab, tidak ada jalan keselamatan dari azab dan tidak ada jalan untuk mencapai kebahagiaan melainkan dengan hidayah ini. Hidayah ini pun tidak mungkin terwujud melainkan dengan petunjuk dari Allah subhanahu wa ta’ala.” (al-Fatawa, 14/37)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Hidayah akan mendatangkan hidayah berikutnya sebagaimana kesesatan akan mendatangkan kesesatan lainnya. Amalan-amalan kebaikan akan membuahkan hidayah. Semakin bertambah amalan kebaikan seseorang, hidayah pun akan bertambah. Sebaliknya, amalan-amalan kejelekan pun akan membuahkan kesesatan. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala mencintai amalan-amalan kebaikan sehingga Dia membalasnya dengan hidayah dan kemenangan. Allah subhanahu wa ta’ala juga membenci amalan-amalan kejelekan sehingga membalasnya dengan kesesatan dan kecelakaan.” (Tanwir al-Hawalik, 1/338)
Mahalnya Nilai Hidayah
Di antara rangkaian peristiwa Perang Ahzab yang tersebut dalam riwayat yang sahih adalah keikutsertaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam penggalian dan pembuatan parit. Parit tersebut menjadi benteng kokoh kota Madinah dari serangan musuh-musuh Allah subhanahu wa ta’ala. Bersama para sahabat, secara aktif beliau shallallahu alaihi wa sallam terlibat langsung menggali, memindahkan, atau mengangkat batu.
Dalam suasana yang penuh berkah tersebut, kebersamaan iman, dan ukhuwah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan para sahabat akan sebuah nikmat agung. Nikmat terbesar pemberian Allah subhanahu wa ta’ala untuk hamba-Nya, yaitu hidayah. Terucapkan dengan bentuk bait-bait syair,
Ya Allah, kalau bukan karena Engkau, tidak mungkin kami mendapatkan hidayah
Tidak mungkin pula kami bersedekah dan melaksanakan shalat
Maka turunkanlah ketenangan untuk kami
Kokohkanlah kaki-kaki kami saat bertemu musuh
Sesungguhnya mereka telah berbuat melampaui batas terhadap kami
Jika mereka memaksakan fitnah, kami tentu akan menolaknya
Dalam surat-surat yang dikirim oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada para raja dan pembesar beberapa negeri—sebagai bukti semangat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengajak manusia kepada hidayah—disebutkan di permulaan surat tentang tingginya nilai hidayah. Di antaranya adalah surat yang ditujukan kepada Heraklius.
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersurat,
“Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Heraklius penguasa Romawi, keselamatan hanyalah untuk yang mengikuti hidayah.” (HR. al-Bukhari no. 7 dan Muslim no. 1773)
Sebab, jalan keselamatan hanya satu, tidak berbilang. Hidayah adalah nikmat terbesar, nikmat yang paling agung. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ingin menyampaikan hidayah kepada setiap makhluk.
Di masa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagian orang-orang Yahudi berusaha agar bisa bersin di dekat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena mereka berharap beliau shallallahu alaihi wa sallam akan mendoakan mereka, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmatimu.”
Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam justru mendoakan mereka, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan hidayah untuk kalian dan memperbaiki keadaan kalian.”
Tentang hal ini, Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits melalui riwayat Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu anhu. Beliau radhiallahu anhu bercerita,
Dahulu orang-orang Yahudi berusaha keras untuk dapat bersin di dekat Nabi Muhammad. Mereka berharap beliau mendoakan mereka, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati kalian.” Akan tetapi, Nabi Muhammad justru mendoakan, “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan hidayah untuk kalian dan memperbaiki keadaan kalian.”
Disebutkan dalam syarah hadits ini, orang-orang Yahudi berusaha agar mereka bisa bersin di dekat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam karena mereka berharap beliau mendoakan rahmat bagi mereka. Namun, karena rahmat Allah subhanahu wa ta’ala hanyalah khusus bagi kaum mukminin, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendoakan agar keadaan mereka menjadi lebih baik dengan memperoleh hidayah, taufik, dan iman. (Tuhfatul Ahwadzi dalam syarah hadits ini)
Hidayah adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala dan di tangan-Nya. Hanya hamba yang terpilih yang beruntung mendapatkannya. Ada di antara hamba yang mengharap hidayah dan Allah subhanahu wa ta’ala mengaruniakannya kepadanya. Ada pula di antara hamba yang mengharapkan hidayah, tetapi Allah subhanahu wa ta’ala tidak memberinya karena keadilan dan ilmu-Nya tentang kejujuran serta kebenaran harapannya.
No comment yet, add your voice below!