Skip to content
Kaidah Najis, Keluar Segala Sesuatu dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur) Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan, Setiap benda maupun cairan yang keluar dari qubul dan dubur adalah najis, kecuali mani. Penjelasan: Najis adalah sesuatu yang kotor. Secara istilah syari, najis adalah sesuatu yang kotor yang membuat shalat tidak sah, ketika tidak ada keringanan untuknya. Kaidah yang pertama yang disampaikan oleh Al-Qadhi Abu Syuja’ adalah: Setiap benda maupun cairan yang keluar dari dua jalan (yaitu qubul dan dubur) adalah najis, kecuali mani. Mani itu suci Mani itu suci. Dalilnya adalah: Dari ‘Abdullah bin Syihaab Al-Khaulaniy, ia berkata bahwa ia pernah singgah di tempat ‘Aisyah. Lalu ia bermimpi sehingga dua pakaiannya terkena air mani. Maka ia celupkan ke dalam air. Ketika itu ia dilihat oleh budak ‘Aisyah dan kemudian budak tersebut memberitahukan kepada ‘Aisyah. Kemudian ‘Aisyah menghampirinya dan bertanya, “Mengapa dua pakaianmu engkau celup seperti itu?” ‘Abdullah bin Syihaab menjawab, “Aku telah bermimpi dan mengeluarkan air mani.” ‘Aisyah bertanya, “Apakah engkau melihat sesuatu (air mani) di kedua pakaianmu?” Aku menjawab, “Tidak.” ‘Aisyah berkata, “Apabila engkau melihat sesuatu (air mani), maka basuhlah ia. Sesungguhnya aku pernah mengerik bekas air mani kering dari baju Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan kuku-ku.” (HR. Muslim, no. 290) Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa ia pernah menggosok mani dari pakaian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu beliau sedang shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, no. 290; perawi hadits ini terpercaya). Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menghilangkan (menggosok) air mani dari bajunya dengan daun idzkhir, kemudian shalat dengannya. Dan beliau pun pernah mengerik bekas air mani kering dari bajunya, kemudian shalat dengannya” (HR. Ahmad, 6:243 dan Ibnu Khuzaimah no. 294; hasan) Taqiyuddin Abu Bakr Al-Hishni Ad-Dimasyqi rahimahullah mengatakan, “Seandainya mani itu najis, maka tidak cukup hanya dikerik (dengan kuku) sebagaimana darah dan lainnya. Sedangkan riwayat yang menyatakan bahwa mani tersebut dibersihkan dengan dicuci, maka ini hanya menunjukkan anjuran dan pilihan dalam menyucikan mani tersebut. Inilah cara mengkompromikan dua dalil di atas. Dan menurut ulama Syafi’iyah, hal ini berlaku untuk mani yang ada pada pria maupun wanita, tidak ada beda antara keduanya.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 107) Ciri mani:
  • cairan putih
  • tebal (kental)
  • tadaffuq ketika keluar, yaitu keluar duf’atan bakda duf’atin, yaitu satu curahan dan satu curahan lagi
  • keluar dengan syahwat (yang kuat)
  • keluar dengan nikmat
  • membuat lemas ketika keluar
  • baunya khas, ketika basah seperti bau adonan tepung, ketika kering seperti bau putih telur ayam
Mani yang menyebabkan wajib mandi
  • keluar dengan syahwat dan membuat lemas
  • baunya menyerupai bau adonan tepung
  • keluar dengan tadaffuq, curahan demi curahan
Hukum mani: suci dengan bentuk apa pun. Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan Pertama: Kencing Setiap kencing itu najis, baik yang keluar dari manusia atau hewan, baik keluar dari hewan yang halal dimakan (seperti: sapi) maupun yang haram dimakan (seperti: singa). Pendapat lain menyatakan bahwa kencing hewan yang halal dimakan itu suci. Kedua: Kotoran Setiap kotoran manusia atau hewan dihukumi najis. Pendapat lain menyatakan bahwa kotoran hewan yang halal dimakan itu suci. Ketiga: Wadi Wadi adalah cairan berwarna putih, keruh, tebal (kental), keluar setelah kencing atau ketika membawa sesuatu yang berat. Wadi dihukumi sama dengan kencing. Keempat: Madzi Madzi adalah cairan putih, encer, keluar tanpa syahwat yang kuat saat klimaks. Madzi itu najis.’ Kelima: Muntah Muntah (al-qai’) adalah sesuatu yang berlebih yang keluar dari dalam perut lewat mulut. Keenam: Darah (darah yang mengalir) Ini adalah darah secara umum, termasuk pula darah ikan, sebagaimana dalam pandangan madzhab Syafii. Hal ini berbeda dengan pandangan madzhab lain mengenai darah ikan yang dianggap masih suci sebagaimana bangkainya. Ketujuh: Nanah. Nanah adalah darah yang sudah menjadi bau. Nanah dihukumi najis sama dengan darah. Kedelapan: Luka Jika memiliki bau seperti nanah, maka dihukumi najis. Jika luka tersebut tidak memiliki bau, maka dihukumi suci, sama halnya dengan keringat badan. Referensi: Al-Imtaa’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Dar Al-Manar. Sumber: Muhammad Abduh Tuasikal rumaysho.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh