Skip to content

Kisah Abu Nailah al-Anshari Menumpas Penghina Nabi

Abu Nailah al-Anshari namanya adalah Silkan bin Salamah bin Waqsy bin Zughbah bin Za’wara bin Abdul Asyhal al-Anshari al-Ausi al-Asyhali. Ia adalah saudara dari Salmah bin Salamah bin Waqsy. Ada juga yang mengatakan nama Abu Nailah adalah Saad. Sedangkan Silkan adalah laqobnya. Tapi yang jelas, ia lebih dikenal dengan kun-yahnya ini yaitu Abu Nailah. Kun-yahnya ini disebut dalam Shahih al-Bukhari ketika membahas kisah operasi pembunuhan Ka’ab al-Asyraf (Ibnu Hajar: al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, 7/409).

Abu Nailah al-Anshari radhiallahu ‘anhu, mungkin tak banyak yang kenal dengannya. Dia adalah salah seorang sahabat yang turut serta di Perang Badar. Di Perng Uhud, ia tetap teguh bersama Nabi di saat sebagian orang kocar-kacir. Dan ia pun turut serta operasi penumpasan tokoh Yahudi yang jahat, Kaab al-Asyraf.

Abu Nailah radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang jago panah di kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ka’ab al-Asyraf seorang tokoh Yahudi yang jahat adalah saudara sesusuan Abu Nailah. Kedudukan yang dekat. Keduanya memiliki hubungan mahram. Artinya, kerabat yang memiliki kedudukan khusus. Namun demikian, ia tetap turut serta dalam operasi penumpasan tokoh kerusakan ini. Ia lebih mengedepankan Allah dan Rasul-Nya daripada hubungan mahram.

Saat Perang Uhud, kaum muslimin mengalami kekacauan. Kabar tentang terbunuhnya Rasulullah tersebar. Duka pun merundungi dada para sahabat. Akal mereka tak lagi berjalan normal karena sedih luar biasa. Sebagian dari mereka termenung. Sebagian lagi pulang, tak lagi terlibat dalam perang. Dalam kondisi kalut tersebut, Abu Nailah tetap tegar bersama Rasulullah. Melindungi beliau di saat genting. Di saat beliau terpojok. Dan menjadi target utama musuh.

Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menyebutkan bahwa Abu Nailah adalah veteran Perang Badar (Ibnu Hibban: Ats-Tsiqat, 3/187). Ia adalah seorang ahli panah di tengah-tengah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ibnu Abdil Bar: al-Isti’ab, 4/1765).

Karena kepercayaan Rasulullah shallallahu pada dirinya, ia dilibatkan dalam operasi penumpasan Ka’ab al-Asyraf al-Yahudi. Padahal keduanya adalah saudara sepersusuan.

Penumpasan Ka’ab al-Asyraf terjadi pada 24 Rabiul Awal, 25 bulan setelah Nabi hijrah ke Madinah. Ia adalah seorang provokator. Penyulut kebencian dan peperangan. Ia menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dengan syairnya. Menggelorakan semangat orang-orang untuk berperang menghadapi Nabi. Saat kaum muslimin pulang ke Madinah dengan membawa kemenangan dari Badar, ia berkata, “(kalau tetap tinggal di sini) Sekarang, bagian bawah bumi lebih baik dari bagian atasnya.”

Lalu Ka’ab berangkat ke Mekah. Ia tangisi kematian pembesar Quraisy. Kemudian dengan syairnya, ia memotivasi mereka untuk membalas. Setelah itu ia kembali ke Madinah. Rasulullah berdoa, “Ya Allah, balaslah Ibnu al-Asyraf dengan cara yang kau kehendaki. Karena dia telah nyata-nyata menebar keburukan dengan hasutan dan syairnya (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 2/32).

Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau mengatasi Kaab al-Asyraf? Dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya”? Lalu Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang Anda maksud adalah membunuhnya”? Beliau menjawab, “Iya.” “Kalau begitu, izinkan aku untuk menyampaikan satu hal”, sambung Muhammad bin Maslamah. Rasulullah mengatakan, “Silahkan.”

Kemudian Muhammad bin Maslamah menemui Kaab al-Asyraf untuk mengecohnya. Ia berkata, “Laki-laki itu (Nabi Muhammad) meminta kami upeti dan dia sangat memberatkan kami. Kedatanganku ini dalam rangka memohon padamu.” Kaab menjawab, “Rupanya kau telah bosan dengannya.”

Muhammad bin Maslamah berkata, “Sungguh kami telah mengikutinya dan kami tidak ingin meninggalkannya sampai kami melihat sampai dimana urusannya nanti. Kami meminta padamu untuk memberi pinjaman satu atau dua wasaq.” Kaab mengatakan, “Baiklah. Tapi kau harus memberi jaminan padaku.”

Rombongan Muhammad bin Maslamah berkata, “Apa yang kau inginkan”? “Serahkan istri-istri kalian padaku sebagai jaminan.”, kata Kaab. “Bagaimana bisa kami serahkan istri-istri kami jaminan padamu, sementara engkau orang Arab yang paling tampan,” jawab mereka.

“Kalau begitu, Serahkanlah anak-anak kalian kepadaku,” sahut Ka’ab.

Mereka menjawab, “Bagaimana mungkin kami menyerahkan anak-anak kami sebagai jaminan. Mereka akan mencela karena digadaikan dengan satu atau dua wasaq. Ini adalah aib bagi kami. Kami akan menyerahkan senjata saja kepadamu sebagai barang jaminan.”

Setelah itu, mereka datang lagi di malam hari bersama Abu Nailah yang merupakan saudara sepersusuan Kaab. Kaab mengajak mereka memasuki benteng dan tinggal bersamanya di sana. Istri Kaab berkata pada suaminya, “Mau kemana engkau di larut malam seperti ini”? Kaab berusaha menenangkan istrinya, “Jangan khawatir, ini Muhammad bin Maslamah dan ini saudaraku, Abu Nailah.”

Istrinya berkata, “Aku mendengar (berfirasat) suara seperti suara tetesan darah.” Kaab kembali berusaha menenangkan istrinya, “Tenang, ini Muhammad bin Maslamah. Dan ini saudara sepersusuanku, Abu Nailah. Orang yang mulia apabila diundang di malam hari, pasti ia penuhi.”

Lalu Muhammad bin Maslamah menyusupkan dua orang lainnya ke dalam benteng. Abu Nailah berkata, “Kalau dia datang, aku akan menyambutna dengan membelai rambutnya dan menciumnya. Kalau kalian lihat aku telah menenangkan kepalanya. Kuserahkan pada kalian dan habisilah dia. Setelah itu temui Nabi dan kabarkan pada beliau.” [HR. al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab Qatlu Kaab bin al-Asyraf, 3811].

Saat sahabat yang mulia Saad bin Muadz dimasukkan ke dalam lubang kuburnya, Abu Nailah turun menggendongnya sampai di tempat tersebut. Dari Abdurrahman bin Jabir dari ayahnya, ayahnya berkata, “Saat kami tiba di liang makam Saad, ikut turun mengantarnya empat orang. Yaitu al-Harits bin Aus bin Muadz, Usaid bin al-Hudhair, Abu Nailah Silkan bin Salamah, dan Salmah bin Salamah bin Waqsy.

Pada prosesi itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di sisi kaki Saad. Ketika Saad masuk ke dalam liang makamnya, berubahlah rona wajah Rasulullah (karena sedih). Beliau bertasbih tiga kali. Kaum muslimin juga ikut bertasbih tiga kali. Sehingga pemakaman Baqi’ pun bergetar riuh. Lalu Rasulullah bertakbir tiga kali. Para sahabat juga ikut takbir tiga kali. Baqi’ kembali bergetar dengan gemuruh takbir. Kemudian Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, kami lihat rona wajah Anda berubah. Anda bertasbih tiga kali.” Beliau bersabda,

“Kubur sahabat kalian ini menghimpitnya. Ia memiliki sifat menghimpit, seandainya ada orang yang selamat dari himpitan kubur, tentu Saad termasuk orangnya. Kemudian Allah melapangkan untuknya.” (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 3/423).

Masyaallah demikian ngerinya alam kubur. Ia menghimpit siapa saja. Bahkan orang sehebat dan seagung Saad bin Muadz pun hendak dihimpitnya.

islamstory.com
KisahMuslim.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh