Kisah Ka’ab Bin Malik Yang Tidak Turut Serta Dalam Perang Tabuk Bagian 2
Setelah sampai pada hari ke 40 dimana saya dikucilkan selama 50 hari, Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam mengutus seseorang untuk datang kepadaku dan dia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam nyuruh kamu supaya berpisah dengan istrimu.’ Saya bertanya, ‘Apakah saya harus menceraikannnya atau apa yang harus saya perbuat?’ Dia berkata, ‘Tidak, jangan kamu menceraikannya tetapi janganlah kamu mendekatinya (menyetubuhinya).’
Bersamaan dengan itu pula beliau Salallahu’alaihiwassallam mengutus utusan untuk mendatangi kedua kawanku dengan menyampaikan perintah yang sama. Kemudian saya berkata kepada istriku, ‘Pulanglah dulu kamu kepada keluargamu dan tinggallah disana bersama mereka sehingga Allah memberikan keputusan tentang persoalanku ini.’
Kemudian istri Hilal bin Umayyah datap kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah adalah orang yang sudah sangat tua dan lemah serta tidak mempunyai pelayan maka apakah kiranya tuan keberatan saya melayaninya?’
Beliau menjawab, ‘Tidak apa-apa, asal dia tidak mendekatimu.’ Istri Hilal berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya Hilal sudah tidak mempunyai nafsu lagi untuk berbuat seeprti itu, dan demi Allah ia selalu menangis semenjak ia menerima keputusan itu sampai saat ini.
Kemudian sebagian keluargaku mengatakan kepadaku agar saya minta izin kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam tentang masalah istriku, karena beliau telah mengizinkan istri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya. Maka saya menjawab, ‘Saya tidak akan minta izin kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam tentang masalah istriku, aku tidak tahu pasti apakah Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam akan memberi izin atau tidak karena aku masih muda.’
Saya tinggal sendiri selama 10 hari, maka genaplah sudah lima puluh hari semenjak Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam melarang orang-orang berakata-kata dengan kami.
Kemudian sesudah saya shalat Shubuh diatas loteng rumah kami pada hari ke 50, ketika saya duduk-duduk untuk merenungkan nasib sebagaiamana yang diperingatkan Allah subhanahuwata’ala, dimana bumi ini terasa amat sempit dengan segala kelapangan yang ada, tiba-tiba saya mendengar suatu teriakan keras yang memanggil, ‘Wahai Ka’ab bin Malik, ada kabar gembira buatmu. Maka saya segera sujud karena saya yakin kelapangan telah tiba. Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam telah memberitahu orang banyak bahwa Allah telah menerima taubat kami ketika beliau shalat Shubuh.
Orang-orangpun ingin berdatangan untuk menyampaikan ucapan selamat kepada kami dan juga kepada kedua kawan saya itu. Ada seorang laki-laki yang datang kepadaku dengan naik kuda dan ada juga yang berjalan kaki bahkan ada juga yang datang dari suku Aslam sengaja menemuiku melewati bukit. Suara-suara yang mengelu-elukan lebih cepat ke telingaku dari kuda mereka.
Ketika suara ucapan selamat untuk menggembirakanku dan orang yang pertama-tama sampai ke telingaku, dengan spontan aku lepas pakaianku dan aku berikan kepadanya. Padalah Demi Allah, saat itu saya tidak mempunyai pakaian selain itu,sehingga saya terpaksa meminjam pakaian untuk bertemu Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam.
Dan sayapun menghadap Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam. Setiap orang yang bertemu dengan saya mengucapkan selamat karena taubatku telah diterima, mereka berkata, ‘Selamat atas diterimanya taubatmu kepada Allah subhanahuwata’ala’. Kemudian saya masuk masjid, saya mendapati Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam sedang duduk-duduk dengan dikelilingi oleh orang banyak kemudian Thalhah Ibnu Ubaidilah radhiallahu’anhu bangkit dan berlari untuk menjabat tangan dan mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak ada seorangpun dari sahabat Muhajirin yang bangkit selain Thalhah. Saya tidak mungkin lupa terhadap Thalhah dalam peristiwa itu.
Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam, maka dengan muka berseri-seri beliau bersabda, ‘Bergembiralah kamu dengan kebaikan yang kamu terima pada hari ini, yang belum pernah kamu terima sejak dilahirkan oleh ibumu.’ Saya bertanya, ‘Apakah kebaikan itu datang dari Rasulullah sendiri atau dari Allah?’ Beliau menjawab, ‘Tidak. Bahkan ini langsung dari Allah subhanahuwata’ala.’ Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam bila sedang gembira wajah beliau bersinar-sinar seakan-akan wajahnya itu belahan dari bulan, kami tahu benar akan hal itu.
Kemudian setelah saya duduk dihadapan beliau saya berkata, ‘Wahai Rasulullah , sebagai kesempurnaan taubatku maka saya akan memberikan harta kekayaanku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya.’ Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam bersabda, ‘Jangan, tahanlah sebagian dari harga kekayaanmu itu, karena yang demikian itu lebih baik bagimu.’ Saya berkata, ‘Sesungguhnya saya hanya akan menahan harta yang kuperoleh dari rampasan perang yang saya dapat di Khaibar.’ Saya melanjutkan lagi, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah subhanahuwata’ala menyelamatkan saya karena saya jujur, dan sebagai kesempurnaan taubatku saya tidak akan berbicara melainkan dengan jujur seumur hidupku.
Demi Allah, saya tidak mengetahui seorang Muslim yang pernah diuji Allah karena berkata jujur semenjak aku berkata demikian kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam hingga sekarang. Itulah cobaan terbaik yang dilakukan Allah subhanahuwata’ala kepadaku. Saya berjanji tidak akan pernah berdusa semenjak hari ini. Aku berharap kepada Allah subhanahuwata’ala, semoga Dia mememlihara diri saya selama hayat masih dikandung badan.
Allah menurunkan kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam,
‘Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) kepada mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lain dari (siksa) Allah, melainkan kepadaNya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam tabuatnya. Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah: 117-119).
Ka’ab berkata, ‘Demi Allah, belum pernah saya merasakan nikmat pada diriku sejak aku masuk Islam yang lebih besar daripada ketika aku berkata benar terhadap Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam. Seandainya aku berdusta kepada beliau, niscaya celakalah aku seperti orang-orang yang pernah berdusta.’
Sesungguhnya Allah subhanahuwata’ala berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika disampaikan wahyu kepada mereka dengan nada sinis melebihi sinisnya seseorang yang berkata dengan sesamanya, dimana Allah subhanahuwata’ala berfirman,
“Kelak mereka bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, supaya kamu berpaling dari mereka. Maka berpalinglah kepada mereka; karena sesungguhnya mereka itu najis dan tempat mereka Jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha terhadap mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.’ (At-Taubah: 95-96).
Kami bertiga tertinggal, maksudnya tertinggal bertaubat dari mereka-mereka yang telah diterima taubatnya oleh Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam secara lahir (sedang batinnya terserah kepada Allah subhanahuwata’ala) serta dimohonkan ampun kepada Allah subhanahuwata’ala). Adapun terhadap kami bertiga, Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam menangguhkan hingga datang keputusan Allah. Itulah yang dimaksud denga Firman Allah, ‘Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) kepada mereka.’ (At-Taubah: 118), bukan tertinggal tidak ikut berperang, tetapi penerimaan taubah kami ditangguhkan.” 26 (Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/455; Muslim, 2769; dan Abu Dawud, 2202.
Pelajaran Yang Dapat Dipetik:
- Keharusan seorang Muslim berterusterang, jujur dan mangakui sikap kelalainnya.
- Diperbolehkan meminta harta orang-orang kafir yang boleh diperangi.
- Diperbolehkan berperang pada bulan Muharram dan berterusterang untuk berperang jika kemaslahatannya sudah jelas.
- Seorang imam diperbolehkan mengucilkan seorang tentara jika memang tidak ikut serta dan dia pantas dicela.
- Orang-orang yang lemah secara fisik maupun non fisik kemudian tidak ikut berperang, maka tidak selayaknya dicela (diboikot), begitu juga orang yang diberi tanggunjawab terhadap keluarga dan orang-orang lemah.
- Seseorang dipergauli sesuai dengan zahirnya, adapun mengenai urusan batinnya diserahkan kepada Allah subhanahuwata’ala.
- Tidak membunuh orang-orang munafik.
- Maksiat merupakan perkara yang besar.
- Orang yang teguh berpegang pada agama (jika melanggar) mendapat hukuman yang lebih berat daripada orang yang tipis agamanya.
- Diperbolehkan menceritakan tentang kebaikan seseorang jika tidak menyebabkan timbulnya fitnah dan menhibur diri terhadap apa yang menimpa saingannya.
- Keutaman para pejuang dalam perang Badar dan Baiat Aqabah.
- Diperbolehkan bersumpah untuk menguatkan pendapatnya.
- Menolak ghibah.
- Diperbolehkan tidak menggauli istri dalam waktu sementara.
- Penyesalan orang Mukmin dan kegelisahannya dengan sebab melakukan maksiat.
- Diperbolehkan menjauhi dan mengasingkan ahli maksiat.
- Diperbolehkan menyengaja berusaha untuk memperoleh kucuran rahmat, dan limpahan ampunan serta taubat.
- Jika seorang Muslim diberi kesempatan untuk melakukan ketaatan meskipun sekejap hendaknya ia mewujudkannya dan melakukannya dengan segera dan agar tidak menunda-nundanya, karena dikhawatirkan akan terlewatkan begitu saja kesempatan itu.
- Diperbolehkan menyesali kebaikan yang tidak sempat dilakukannya.
- Seorang Mukmin hendaknya lebih mengutamakan taat kepada Allah dan RasulNya daripada selain keduanya.
- Hendaknya seorang pemimpin tidak membiarkan orang yang telat atau lambat dalam berbuat melainkan hendaknya menegur dan mengingatkannya agar bertaubat dari keteledorannya.
- Diperbolehkan mencela seseorang atas keteledorannya dalam rangka mempertahankan hak Allah dan Rasulnya.
- Boleh menentang atau membantah seseorang yang melemparkan celaan jika hanya berdasarkan zhan (dugaan).
- Hendaknya orang yang pulang dari bepergian atau menghadap seseorang dalam keadaan bersih (berwudhu) dan singgah dulu d masjid sebelum masuk rumahnya untuk shalat dua rakaat kemudian duduk sejenak untuk menjawab salam orang-orang yang berjumpa dengannya. Hendaknya salampun diucapkan oleh orang yang pulang dari bepergian tersebut.
- Diperbolehkan tidak memberikan salam (menegur)orang yang berbuat dosa dan diperbolehkan mendiamkannya lebih dari 3 hari.
- Tersenyum bisa saja dilakukan saat ia marah maupun kagum tidak hanya pada saat berbahagia saja.
- Orang dewasa boleh menegur sesamanya atau orang yang lebih mulia darinya.
- Cara meringankan musibah yang berat adalah dengan bercermin (melihat) kepada orang lain.
- Diperbolehkan seseorang mengajak masuk (memasukkan) temannya ke rumah tetangganya atau kenalannya jika diketahui mereka merestuinya.
- Mencuri pandang saat shalat tidak mempengaruhi syarat syahnya shalat.
- Kewajiban seorang istri untuk berkhidmah kepada suaminya dan berwaspada terhadap apa yang akan memperdayakannya.
- Anjuran untuk sujud syukur dan segera menyampaikan berita gembira kepada orang lain oleh pihak yang bersangkutan.
- Anjuran untuk berkumpul bersama imam atau pemimpin dalam urusan-urusan penting.
- Disyariatkan ‘Ariyah (pinjam-meminjanm).
- Diperbolehkan menyambut oran yang baru datang dari bepergian dengan berdiri.
- Disunnahkan bersedekah ketika bertaubat.
- Barangsiapa bernadzar dengan seluruh hartanya, diperbolehan untuk tidak mengeluarkan keseluruhannya yang dimilikinya.
sumber : Buku 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab
No comment yet, add your voice below!