Skip to content

Kisah Tuduhan Dusta Terhadap Aisyah (Bagian 2)

Aisyah berkata, ‘Seharian itu kerjaku menangis, air mataku tidak putus-putusnya dan aku tidak pernah bisa tidur. Pagi harinya ibu bapakku berada di sisku. Sementara aku telah menangis sehari dua malam, hingga seakan-akan tangisku itu mengiris hatiku. Ketika keduanya sedang duduk disisiku, sementara aku terus menangis, tiba-tiba datang perempuan Anshar minta izin masuk, lalu aku izinkan. Iapun duduk sambil menangis bersamaku.

Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam masuk dan duduk. Semenjak berita bohong itu tersiar, beliau tidak pernah duduk disampingku. Dan sudah satu bulan, beliau tidak pernah menerima wahyu mengenai keadaanku.

Kisah Tuduhan Dusta Terhadap Aisyah (Bagian 2)

Nabi kemudian mengucapkan syahadat kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah! Telah sampai kepadaku berita mengenai dirimu begini, begini. Kalau engkau bersih dari tuduhan itu, maka Allah subhanahuwata’la pasti akan membebaskanmu. Tetapi kalau engkau berbuat dosa maka mohonlah ampunan kepada Allah dan taubatlah kepadaNya. Karena apabila seorang hamba sadar mengakui dosanya, kemudian ia bertaubat, niscaya Allah menerima taubatnya.’

Setelah Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam mengucapkan kata-kata itu, keringlah air mataku hingga tiada terasa setetespun. Aku berkata kepada ayahku, ‘Ayah, tolong ayah menjawab pernyataan Rasulullah. ‘Ayahku menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam. Kemudian aku meminta kepada ibuku agar berkenan menjawab. Ibuku menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam.’

Maka terpaksa aku sendiri yang harus menjawabnya, dan aku saat itu seorang wanita yang masih muda yang belum banyak mengetahui isi Al Qur’an, ‘Demi Allah, sekarang aku telah tahu bahwa Anda telah mendengar apa yang diperbincangkan orang banyak dan telah merasuk ke dalam hati Anda, dan tampaknya Anda seperti membenarkan berita itu. Walaupun aku mengatakan kepada Anda bahwa aku bersih dari tuduhan itu. Demi Allah, hanya Allah saja yang Maha Tahu bahwa aku memang bersih, Anda tentu tidak akan mempercayaiku juga. Dan seandainya aku mengatakan bahwa aku telah bersalah dan berbuat dosa, demi Allah, Dia jugalah Yang Maha Mengetahui bahwa aku bersih, tentu Anda akan mempercayainya. Demi Allah, aku tidak memperoleh sebuah contoh pun yang paling tepat mengenai peristiwa ini, selain perkataan yang diucapkan oleh (Nabi Ya’qub) ayah Nabi Yusuf, dia berkata,

‘Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon perolonganNya terhadap apa yang kamu ceritakan.’ (Yusuf : 18).

Kemudian aku berpaling dan pindah ketempat tidurku, sambil mengharapkan pertolongan dari Allah. Tetapi demi Allah, saya benar-benar tidak mengira bahwa akan turun wahyu mengenai permasalahanku. Hal ini, karena kasus itu sangat cemar (aib) terasa olehku untuk disebutkan dalam Al Qur’an. Tetapi aku hanya berharap, semoga Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam melihat dalam mimpi beliau dimana Allah subhanahuwata’ala memperlihatkan kepada beliau bahwa aku sungguh-sungguh bersih.

Maka, demi Allah, belum lagi Rasulullah meninggalkan tempat duduk beliau, dan belum ada seorangpun yang keluar daru rumah, Allah menurunkan wahyu. Terlihat Nabi seperti orang yang keberatan memikul beban yang sangat berat, sebagaimana biasanya apabila wahyu sedang diturunkan kepada beliau, sehingga beliau bersimbah peluh.

Ketika wahyu telah selesai turun kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam, beliau tertawa. Kalimat yang mula-mula diucapkan beliau kepada saya adalah, ‘Wahai Aisyah, bersyukurlah kepada Allah, sesungguhnya Dia telah membebaskanmu dari tuduhan itu.’ Ibuku berkata kepadaku, ‘Berdirilah engkau dan mintalah maaf kepada Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam!’ Jawabku, ‘Tidak, demi Allah, aku tidak perlu meminta maaf kepada beliau. Aku hanya akan memuji Allah.’ Kemudian Allah menurunkan ayat,

‘Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga.’ (An-Nur: 11).

Setelah Allah menurunkan wahyu tentang terbebasnya aku dari tuduhan itu, Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu’anhu berkata, Ketika itu beliau biasa memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah, karena ia adalah di antara keluarga dekatnya, ‘Demi Allah, aku tidak akan lagi memberikan bantuan kepada Misthah selama-lamanya. Karena Misthah salah satu orang yang suka membeberkan masalah ini.’ Maka turun pula wahyu yang melarang penghentian bantuan tersebut,

‘Dang janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (An-Nur: 22).

Kemudian Abu Bakar berkata, ‘Ya, demi Allah, aku lebih senang sekiranya Allah mengampuniku.’ Lalu Abu Bakar kembali memberi infak kepda Misthah sebagaimana biasanya.

Begitu juga, ketika Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam menanyakan permasalahanku ini kepada Zainab binti Jahsy. Beliau bersabda, ‘ Wahai Zainab, apa yang engkau ketahui selama ini tentang Aisyah?, Zainab menjawab, ‘Aku pelihara pendengaran dan penglihatanku, demi Allah, aku tidak mengetahuinya, selain dia wanita yang baik.’

Dialah wanita yang meninggikan derajatku, sehingga Allah melimpahkan karunia sifat wara’ kepadanya.” 29(Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2770, dan al-Bukharai, no. 4141.

Pelajaran Yang Dapat Dipetik:

  1. Disyariatkannya melakukan undian untuk menggilir istri yang akan dibawa bepergian bagi seorang suami yang memiliki beberapa orang istri.
  2. Diperbolehkan menceritakan keutamaan atau kelebihan seseorang sekalipun nanti ada yang memuji atau mencelanya. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan praduka yang bersifat buruk pada seseorang jika pada dasarnya ia memang orang yang baik dan untuk menasihati orang yang menyangsikan kebaikannya.
  3. Diperbolehkan menyusun persiapan ucapan sebelum berlangsung pembicaraan jika memang diperlukan.
  4. Sekedup bisa berfungsi sebgaimana rumah yang dapat digunakan seorang wanita untuk mentutupi auratnya.
  5. Diperbolehkan seorang wanita berada dalam sekedup diatas unta sekalipun mempersulit dan melelahkannya.
  6. Diperbolehkan orang yang bukan mahram bagi seorang wanita untuk membantunya dari balik hijab.
  7. Seorang wanita diperbolehkan berhijab dengan sesuatu yang tidak menempel dengan badannya.
  8. Diperbolehkan seorang wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya seorang diri dan tanpa izin secara khusus dari suaminya, tetapi dengan cukup berdasarkan izin suami yang secara umum sebagaimana kebiasaan yang berlalku.
  9. Seorang wanita dalam perjalanan dibolehkan memakai perhiasan seperti kalung dan lainnya, atau menyimpan (membawa) uang sekalipun sedikit supaya tidak menghambur-hamburkan uang.
  10. Keburukan yang ditimbulkan sifat tamak terhadap harta kekayaan, sebab sekiranya Aisyah tidak menghabiskan waktu yang cukup lama dalam mencari kalungnya yang hilang tentu akan cepat kembali setelah menunaikan hajatnya.
  11. Diperbolehkan pasukan tentara menghentikan perjalanan atas izin pimpinannya.
  12. Pembagian tugas pasukan perang; ada yang bertugas sebagai penjaga keamanan, membantu dan mengangkat orang lemah, meneliti barang yang hilang atau jatuh diperjalanan.
  13. Anjuran mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un pada saat ditimpa musibah.
  14. Anjuran seorang wanita agar menutup wajahnya dari pandangan lelaki yang bukan mahramnya.
  15. Anjuran untuk menolong seseorang yang di dzalimi, memberi makan orang yang kehabisan bekal, membantu orang yang kehilangan barang, menghormati orang yang mulia dan kedudukan di masyarakat, mempersilahkan orang lain ikut serta naik dalam kendaraanya dan menanggung penderitaan orang lain.
  16. Memperlakukan wanita dengan baik sekalipun bukan mahramnya terlebih lagi saat berkhalwat.
  17. Bersipak lemah lembut terhadap istri, menggaulinya dengan baik, dan memberi maaf atas kekurangannya dan hendaknya tidak menyebar luaskan rahasia kehidupan rumah tangganya.
  18. Hendaknya seorang wanita jika ingin keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya ditemani salah seorang anggota keluarga yang dirasa mampu menjaga kehormatannya.
  19. Hendaknya seorang Muslim membela Muslim lainnya, terutama orang-orang yang mempunyai keutamaan, dan hendaknya menghalangi orang-orang yang akan menyakiti mereka.
  20. Menerangkan keutamaan orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar.
  21. Larangan mencela orang lain, atau menyumpahinya atau mencelakakannya dengan ucapan.
  22. Melakukan cek dan ricek (tabayun) terhadap kabar buruk.
  23. Anjuran untuk bertasbih saat mendengar suatu yang dianggap sebagai kebohongan.
  24. Keterikatan seorang wanita jika ingin keluar rumah yakni setelah mendapat izin suaminya, sekalipun kerumah kedua orang tuanya.
  25. Anjuran untuk meminta pendapat kepada orang yang memahami urusan dalam lingkungan keluarganya.
  26. Ketika memberikan rekomendasi (tazkiyah) untuk seseorang hendaknya menggunakan kalimat, ‘Kami tidak mengetahui pada dirinya kecuali kebaikan.’
  27. Harus mantap saat memberikan kesaksian.
  28. Ta’ashub dengan kelompok yang batik tidak termasuk usaha mendamaikan yang bersengketa.
  29. Hendaknya menyudahi (mengakhiri) suatu pertengkaran dan berusaha memadamkan tersebarnya api fitnah.
  30. Anjuran untuk menjauhi seseorang yang nyata-nyata menentang Rasulullah Salallahu’alaihiwassallam sekalipun dia termasuk kerabat dekat kita.
  31. Barangsiapa yang menyakiti Nabi Salallahu’alaihiwassallam dengan ucapan maupun perbuatan maka ia berhak untuk dibunuh.
  32. Memulai pembicaraan dengan Tasyahud, tahmid dan memuji-muji Allah dan kemudian dengan ucapan, Amma ba’du.
  33. Anjuran untuk bertaubat. Taubat seseorang yang tulus dan mengakui kesalahannya pasti dikabulkan.
  34. Anjuran untuk mendahulukan orang tua untuk berbicara.
  35. Anuran kepada orang yang baru saja mendapat nikmat atau dicabut musibahnya untuk menceritakan kepada orang lain.
  36. Anjuran untuk bertasbih saat takjub atau mendengar sesuatu yang berat.
  37. Larangan melakukan ghibah maupun mendegarkannya dan memperingatkan oang yang senang tenggelam di dalam ghibah tersebut.
  38. Anjuran untuk menunda jatuhnya suatu sangsi jika diragukan keterlibatannya.
  39. Memperlakukan wanita secara adil.

sumber : Buku 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh