Kisah Ummu Aiman Pengasuh Rasulullah Rasulullah Shallallahu’alaihiwassalam
Ummu Aiman adalah salah satu wanita yang termasuk orang yang pertama-tama memeluk Islam. Turut berhijrah ke Habasyah dan Madinah. Dan ia adalah wanita yang berbaiat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ibnul Atsir: Asadul Ghabah, 7/325).
Sebagaimana kebanyak sahabat yang lebih dikenal dengan kun-yahnya dibanding nama aslinya, demikian juga Ummu Aiman. Nama aslinya adalah Barakah binti Tsa’labah bin Amr bin Hishn. Kun-yahnya terambil dari anaknya yang bernama Aiman bin Ubaid. Sehingga kun-yahnya Ummu Aiman (ibunya Aiman). Namun putranya yang paling masyhur dan seorang sahabat yang utama adalah Usamah bin Zaid (Ibnu Abdil Bar: al-Isti’ab, 1/578).
Di antara peristiwa menarik dari kebersamaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Aiman adalah saat salah seorang putri Rasulullah akan wafat. Rasulullah mendekapnya di dadanya. Kemudian beliau letakkan tangannya pada putrinya. Lalu nyawanya dicabut saat dalam pelukan Rasulullah.
Melihat hal itu, Ummu Aiman menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Ummu Aiman, apakah kau menangis padahal Rasulullah ada di sisimu”? Ummu Aiman menjawab, “Bagaimana bisa aku tidak menangis sementara Rasulullah menangis.”
Rasulullah mengatakan, “Sungguh aku menangis (bukan karena musibah) tapi ini adalah kasih sayang.” Beliau melanjutkan, “Setiap saat seorang mukmin dalam kondisi yang baik. Nyawanya terpisah dari badannya sedang dia memuji Allah.” (Sunan an-Nasai, Bab fil Buka’ ‘alal mayyit 1843. Al-Albani mengomentarinya shahih).
Rasulullah memanggil Ummu Aiman dengan “Wahai ibu.” Saat memandang Ummu Aiman, Nabi berkata, “Ini adalah bagian dari keluargaku.”
Meriwayatkan Hadits
Dari Ummu Aiman radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihati keluarganya dengan mengatakan,
“Jangan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Walaupun engkau dibunuh atau dibakar. Jangan durhakai kedua orang tuamu. Jika engkau diperintah untuk memisahkan antara keluarga dan duniamu, lakukanlah. Jangan meminum khamr. Karena khamr itu kunci segala keburukan. Jangan kalian bersengaja meninggalkan shalat. siapa yang melakukan hal itu, maka dia telah melepaskan diri dari perlindungan Rasul-Nya.” [Shahih at-Targhib 571].
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Orang-orang biasa memberi Nabi kurma, hingga Bani Quraizah dan Bani Nadhir ditaklukkan. Keluargaku menyuruhku untuk menemui Nabi, lalu aku bertanya tentang apa yang orang-orang berikan atau sebagian yang mereka berikan. Pemberian itu sebagiannya diberikan Nabi kepada Ummu Aiman. Ummu Aiman pernah datang dan aku gantungkan baju di leherku. Ia berkata, ‘Jangan. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar kecuali Dia. Beliau tidak memberi kalian karena beliau telah memberiku.” Sementara Nabi mengatakan, “Bagianmu sejumlah ini.” Ummu Aiman berkata, “Tidak demi Allah hingga sepuluh kali lipatnya.” Ini menunjukkan kedekatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Aiman.
Suatu hari, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar berkata pada Umar, “Mari kita pergi berkunjung ke tempat Ummu Aiman. Sebagaimana dulu Nabi biasa mengunjunginya.” Saat keduanya tiba di sana, terlihat Ummu Aiman sedang menangis. Keduanya berkata, “Apa yang membuatmu menangis? Apa yang ada di sisi Allah lebih baik untuk Rasul-Nya.”
Ummu Aiman berkata, “Aku menangis bukan karena tidak mengetahui yang ada di sisi Allah lebih baik untuk Rasul-Nya. Tapi tangisku itu karena terputusnya wahyu dari langit.” Ucapan Ummu Aiman ini pun membuat Abu Bakar dan Umar terenyuh. Lalu keduanya menangis bersama Ummu Aiman (Shahih Muslim: Bab Min Fadhail Ummu Aiman radhiallahu ‘anha (6472), 7/144).
No comment yet, add your voice below!