Perintah untuk Ikhlas dan Peringatan agar Menjauhi Riya’ dan Syirik
Ketahuilah wahai saudaraku sesama muslim, sesungguhnya amal perbuatan itu sangat tergantung kepada niat. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.”1
Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah/98: 5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah, ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah mengetahui… .’” [Ali ‘Imran/3: 29]
Di dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan dari perbuatan riya’, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“…Jika kamu mempersekutuan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu… .” [Az-Zumar/39: 65]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam talbiyah haji berkata:
“Ya Allah, karuniakanlah kepadaku haji yang di dalamnya tidak ada riya’ juga sum’ah (ingin di dengar oleh orang lain).”2
Dan Rasulullah pun telah memperingatkan dengan peringatan yang sangat keras, diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan urusannya pada hari Kiamat adalah orang yang mati syahid, lalu dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya nikmat yang akan didapatkan, dia pun mengetahuinya, Allah bertanya kepadanya, “Apakah yang telah engkau lakukan sehingga engkau mendapatkannya?” Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sehingga aku mati syahid.” Allah berkata lagi kepadanya, “Engkau berdusta, engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani, dan hal itu telah dikatakan.” Lalu datanglah perintah agar mukanya diseret sehingga dilemparkan ke dalam Neraka. Dan orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, juga orang yang membaca al-Qur-an, dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya nikmat yang akan didapatkannya, dia pun mengetahuinya, Allah bertanya kepadanya, “Apakah yang engkau lakukan sehingga engkau mendapatkannya?” Dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, aku pun membaca al-Qur-an di jalan-Mu,” Allah berkata lagi kepadanya, “Engkau berdusta, engkau belajar agar dikatakan sebagai seorang alim! Dan membaca al-Qur-an agar dikatakan sebagai Qari! Dan hal itu telah dikatakan.” Lalu datanglah perintah agar mukanya diseret sehingga dilemparkan ke dalam Neraka. Dan orang yang diberikan keluasan dengan limpahan harta, dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya nikmat yang akan didapatkannya, dia pun mengetahuinya, Allah bertanya kepadanya, “Apakah yang telah engkau lakukan sehingga engkau mendapatkannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku meninggalkan satu jalan pun yang dicintai oleh-Mu untuk berinfak kecuali aku berinfak di jalan tersebut.” Allah berkata lagi kepadanya, “Engkau berdusta, engkau melakukannya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan! Dan hal itu telah dikatakan.” Lalu datanglah perintah agar mukanya diseret sehingga dilemparkan ke dalam Neraka. [HR. Muslim no. 1905].
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Aku sama sekali tidak membutuhkan sekutu dari perbuatan yang menjurus kepada syirik, barangsiapa yang melakukan amal perbuatan dengan dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku, maka aku tinggalkan dia (tidak Aku terima) dan perbuatan syiriknya itu.” [HR. Muslim no. 2985].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits yang lainnya ber-sabda:
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, tetapi dia mencarinya agar mendapatkan materi duniawi, maka dia tidak akan pernah mencium wewangian Surga pada hari Kiamat.”3
[Disalin dari buku “IKHLAS: Syarat Diterimanya Ibadah” terjemahkan dari Kitaabul Ikhlaash oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah. Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR Bogor]
Footnote 1 Ini merupakan bagian dari hadits yang terdapat dalam ash-Shahiihain. 2 HR. Adh-Dhiyaa’ dengan sanad yang shahih. 3 HR. Abu Dawud (no. 3664) dengan sanad yang shahih. Referensi almanhaj.or.id
Footnote 1 Ini merupakan bagian dari hadits yang terdapat dalam ash-Shahiihain. 2 HR. Adh-Dhiyaa’ dengan sanad yang shahih. 3 HR. Abu Dawud (no. 3664) dengan sanad yang shahih. Referensi almanhaj.or.id
No comment yet, add your voice below!