Reformasi, Tapak Tilas Agen Yahudi Abdullah bin Saba’ Al Himyari
Sekilas tentang Abdullah bin Saba al-Yahudi al-Himyari
Abdullah bin Saba al-Yahudi al-Himyari bukanlah sosok fiktif atau khayal, sebagaimana rekayasa kaum Syiah Rafidhah dan sebagian besar kaum orientalis[1]. Ia seorang keturunan Yahudi yang berasal dari kota Shana, Yaman. Ibunya seorang wanita berkulit hitam, sehingga dikenal pula dengan sebutan ibnu sauda’ (putra seorang wanita berkulit hitam).
Layaknya keumuman bangsa Yahudi, Abdullah bin Saba berkarakter buruk, licik, dan penuh makar terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal ini mengingatkan kita akan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Sesungguhnya kamu akan dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (al-Maidah: 82)
“Sekali-kali orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani tidak akan ridha kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itu adalah sebenar-benar petunjuk.’ Jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka (Yahudi dan Nasrani) setelah datang kepadamu ilmu (kebenaran), Allah tiada menjadi Pembela dan Penolong bagimu.” (al-Baqarah: 120)
“Dan kamu akan melihat mayoritas dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka, tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (al-Maidah: 62—63)
Abdullah bin Saba, sang pendiri agama Syiah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.
Dengan kedok keislaman, semangat amar makruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya akidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat di antara para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 8/479, Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah Ibnu Abil Izz hlm. 490, dan Kitab at-Tauhid karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, hlm. 123)
Mencermati Gerakan “Reformasi” Abdullah bin Saba Al-Yahudi
Gerakan reformasi (baca: makar) Abdullah bin Saba si Yahudi terhadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu benar-benar dilakukan secara sistematis. Makar demi makar dirakit oleh Abdullah bin Saba, hingga berujung terbunuhnya sang Khalifah di tangan para pengikut Abdullah bin Saba yang terdiri dari orang-orang bodoh lagi dungu dan para penyulut api fitnah. Adapun kronologinya, bisa dilihat kembali pada Utsman bin Affan, Teladan Keteguhan Memegang As-Sunnah.
Para pembaca yang mulia, bila dicermati gerakan “reformasi” Abdullah bin Saba al-Yahudi, agenda utamanya adalah sebagai berikut.
- Menebar berita timpang seputar penguasa (Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu)
Agenda pertama ini dilakukan oleh Abdullah bin Saba di berbagai negeri. Di antara berita timpang tersebut adalah Khalifah Utsman bin Affan radhiyalllahu anhu:
- memukul sahabat Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu hingga putus ususnya,
- memukul sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu hingga patah tulang rusuknya dan tidak memberikan hak (jatah)nya,
- melakukan bid’ah penyusunan Al-Qur’an dan membakar mushaf yang disusun di masa Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu
- membuat lokalisasi penggembalaan hewan ternak milik pemerintah (hima)
- mengasingkan sahabat Abu Dzar radhiyallahu anhu ke Rabadzah,
- mengusir sahabat Abud Darda radhiyallahu anhu dari negeri Syam,
- mengembalikan al-Hakam yang sebelumnya diasingkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
- meniadakan sunnah qasar (pemendekan shalat) dalam shalat ketika safar,
- memberikan jabatan kepada Muawiyah radhiyallahu anhu, Abdullah bin Amir bin Kuraiz rahimahullah, dan Marwan bin al-Hakam rahimahullah, serta al-Walid bin Uqbah radhiyallahu anhu, padahal ia adalah orang fasik yang tak layak diberi jabatan,
- memberikan khumus Afrika kepada Marwan bin al-Hakam rahimahullah,
- jika mendera (sebagai hukuman) menggunakan tongkat kayu yang panjang, padahal sebelumnya Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu menggunakan tongkat pendek (yang biasa dipegang oleh para komandan),
- meninggikan tangga mimbarnya di atas tangga mimbar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, padahal Abu Bakr radhiyallahu anhu dan Umar radhiyallahu anhu telah menjadikannya lebih rendah,
- tidak ikut dalam Perang Badr,
- melarikan diri dalam Perang Uhud,
- tidak hadir dalam Baiat ar-Ridhwan,
- tidak menjatuhkan hukuman mati terhadap Ubaidullah bin Umar, dalang di balik pembunuhan Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, dan sebagainya[2].
Targetnya, menanamkan kebencian dan ketidakpuasan di hati rakyat terhadap sang Khalifah.
2. Provokasi massa
Agenda kedua ini dilakukan manakala berita timpang di atas telah masuk pada jiwa orang-orang bodoh dan dungu serta para penyulut api fitnah di berbagai negeri, khususnya Mesir dan Irak. Targetnya, membangkitkan semangat (baca: amarah) mereka untuk melakukan aksi fisik, seperti demonstrasi.
3. Menggelar aksi demonstrasi
Agenda ketiga ini dilakukan manakala provokasi telah berhasil dan massa dari penduduk Mesir dan Irak dengan jumlah besar siap menggelar aksi demonstrasi. Massa merangsek dari Mesir dan Irak menuju Madinah, tempat kediaman Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, untuk melakukan demonstrasi besar-besaran. Targetnya, menekan Khalifah agar turun dari jabatannya.
4. Menyampaikan opsi tuntutan dan rekayasa surat palsu
Setiba di Madinah, mereka berdemo di sekitar kediaman Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Berbekal berita timpang seputar Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu di atas, mereka menyampaikan opsi tuntutan: berlaku adil, berantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), atau turun dari jabatan khalifah.
Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dengan penuh kesejukan dan kearifan berhasil menenangkan massa dan mendudukkan permasalahan secara objektif seputar diri beliau tersebut. Massa puas dengan keterangan sang Khalifah. Mereka pun pulang ke negeri masing-masing dengan teratur.
Namun, si Yahudi licik Abdullah bin Saba dan para penyulut api fitnah tak kehabisan akal. Mereka sangat berambisi agar massa dengan jumlah besar tersebut kembali ke Kota Madinah dan melakukan tekanan yang lebih dahsyat terhadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.
Strategi yang ditempuh adalah merekayasa surat palsu atas nama Khalifah Utsman bin Asfan radhiyallahu anhu yang ditujukan kepada Gubernur Mesir. Isinya, perintah untuk membunuh, menyalib, dan memotong-motong tangan penduduk Mesir yang terlibat demo setibanya mereka dari Kota Madinah. Teknisnya, dengan mengutus seorang lelaki berkendaraan unta, membawa surat palsu tersebut melewati rombongan massa dari penduduk Mesir, dengan penampilan yang mencurigakan. Harapannya, supaya ditangkap dan surat palsu tersebut jatuh ke tangan mereka.
Sandiwara berhasil. Kebencian massa dari penduduk Mesir pun kembali membara. Mereka bertekad untuk putar haluan ke kota Madinah dan meminta pertanggungjawaban Khalifah atas surat misterius tersebut.
5. Penggulingan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dari jabatan khalifah
Dengan membawa bukti berupa surat palsu, aksi demo kembali digelar di sekitar kediaman Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Mereka mengepung rumah sang Khalifah dan menghalangi beliau dari shalat lima waktu di masjid. Mereka meminta pertanggungjawaban atas surat misterius tersebut dan menuntut Khalifah agar turun dari jabatannya.
Betapa pun Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu (manusia terbaik yang hidup di muka bumi saat itu) mengingkari surat misterius tersebut, tidak tahu-menahu tentangnya apalagi menulisnya, mereka tak memercayainya sedikit pun. Tuntutan agar turun dari jabatan Khalifah, itulah yang selalu mereka dengungkan.
Para sahabat yang ada di kota Madinah tak tinggal diam. Mereka menawarkan diri kepada Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu untuk melibas orang-orang yang tak tahu diri itu. Namun, Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu menolak tawaran tersebut. Beliau radhiyallahu anhu bahkan memohon dengan sangat kepada semuanya agar tak seorang pun tinggal di rumah beliau, kecuali dari kalangan keluarga saja. Para sahabat dengan penuh hormat menaati perintah Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dan meninggalkan rumah beliau.
Suasana pun semakin memanas manakala tuntutan para demonstran tidak dikabulkan oleh Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Beliau tidak mau turun dari jabatan kekhalifahannya karena berpegang dengan wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan saran dari para sahabat. Di sisi lain, agar tidak membuka peluang bagi umat untuk semena-mena menurunkan pemimpin mereka dari jabatannya manakala tidak puas dengannya.
Situasi semakin tak terkendali. Sebagian demonstran tersebut tidak sabar dan memasuki rumah Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dengan paksa. Dengan sadisnya mereka tebaskan pedang ke tubuh Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu yang saat itu sedang membaca Al-Qur’anul Karim. Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu wafat sebagai syahid seketika itu, setelah memimpin umat selama 12 tahun.
Menurut Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, orang-orang yang memberontak terhadap Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, hingga berujung terbunuhnya beliau tersebut adalah kaum Khawarij. Keadaan mereka semakin buruk ketika keluar dari ketaatan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, karena para sahabat tidak menyetujui prinsip mereka.
Di antara prinsip mereka adalah keyakinan bahwa memberontak terhadap penguasa dan memisahkan diri dari umat Islam adalah bagian dari prinsip beragama. (Lihat Lamhatun ‘Anil Firaq adh-Dhallah, hlm. 31—33)
Para pembaca yang mulia, bagaimanakah situasi dan kondisi umat sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Ketika Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu terbunuh, hati umat tak lagi bersatu, sedangkan duka terasa mendalam. Orang-orang jahat tampil di permukaan, sedangkan orang-orang baik terhinakan. Orang-orang lemah bersemangat menghidupkan api fitnah, sedangkan orang-orang yang baik lagi kuat tak kuasa menegakkan kebaikan.
Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dibaiat sebagai khalifah, karena beliaulah orang yang paling berhak menjabatnya dan orang terbaik ketika itu. Namun, (tak bisa dimungkiri, pen.) perpecahan telah melanda hati umat. Api fitnah terus berkobar. Kata sepakat antarelemen mereka belum menemui titik temu. Persatuan belum terwujud.
Sementara itu, Khalifah dan orang-orang terbaik umat (saat itu) tidak bisa merealisasikan setiap kebaikan yang mereka inginkan. Ditambah lagi masuknya berbagai jenis manusia ke dalam perpecahan dan api fitnah, hingga terjadilah apa yang terjadi.” (Majmu’ Fatawa, 25/304-305)
Reformasi di Indonesia
Apabila kita mencermati beberapa literatur seputar reformasi di Indonesia[3], ada beberapa sebab yang melatarbelakanginya. Ada sebab yang terkait dengan situasi dan kondisi ekonomi saat itu, yaitu krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah. Pada 22 Januari 1998 nilai Rupiah menembus angka 17.000,00 per dolar AS, sementara IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya. Ada pula sebab lainnya, terkait dengan keberadaan Presiden Soeharto yang pada 10 Maret 1998, terpilih kembali memimpin Indonesia untuk yang ketujuh kalinya.
Hal ini semakin membuat geram lawan-lawan politiknya, yang mengklaim bahwa Rezim Orde Baru telah diliputi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta berbagai kezaliman lainnya.
Dari sinilah kemudian agenda reformasi di Indonesia digulirkan oleh para tokohnya. Di antara tahapan agenda reformasi tersebut adalah sebagai berikut.
- Menebar berita timpang seputar penguasa
Para tokoh reformasi menebarkan berbagai berita timpang seputar penguasa waktu itu dan Rezim Orde Barunya kepada rakyat. Targetnya, menanamkan kebencian dan ketidakpuasan di hati rakyat terhadap penguasa.
2. Provokasi massa
Manakala telah tertanam kebencian dan ketidakpuasan di hati rakyat terhadap penguasa, provokasi massa pun semakin digencarkan. Targetnya, membangkitkan semangat (baca: amarah) mereka untuk melakukan aksi fisik, seperti demonstrasi.
3. Menggelar aksi demonstrasi
Agenda ketiga ini dilakukan manakala provokasi berhasil dan massa dalam jumlah besar (khususnya dari kalangan mahasiswa) siap menggelar aksi demonstrasi. Targetnya, menekan penguasa agar turun dari jabatannya. Kemudian menekan MPR/DPR agar menurunkan penguasa (Soeharto) dan menggantinya dengan yang lain.
Berbagai aksi demo tak henti-hentinya digelar oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Pada 15 April 1998, Presiden meminta mahasiswa mengakhiri aksi demo tersebut dan kembali ke kampus.
Pada 14 Mei 1998, demonstrasi semakin besar hampir di hampir semua kota di Indonesia. Demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
4. Menyampaikan opsi tuntutan
- Pada 18 Mei 1998, gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR. Mereka menuntut agar Presiden turun dari jabatannya. Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR RI, di Gedung DPR yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik ketua maupun para wakil ketua, mengharapkan Presiden mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.
- Pada 19 Mei 1998, ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Seorang tokoh ormas keagamaan di Indonesia mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional (Monas) untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
- Tanggal 20 Mei 1998, dia membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas. Sementara itu, di Yogyakarta, sekitar 500 ribu orang berdemonstrasi. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, dan Bandung.[4]
- Tanggal 20 Mei 1998 pula, Ketua MPR RI mengeluarkan pernyataan agar Presiden sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru.
5. Penggulingan penguasa dari jabatannya
Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Presiden akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Pada 20 Mei 1998, pukul 23.00 WIB, Presiden memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg, dan Panglima ABRI. Presiden sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres.
Tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, Presiden mengumumkan pengunduran dirinya. Kemudian mengucapkan terima kasih dan memohon maaf kepada seluruh rakyat, lalu meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi dua ajudannya. Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Para pembaca yang mulia, bagaimanakah setelah lengsernya Orde Baru?
Setelah lengsernya penguasa waktu itu, stabilitas keamanan bangsa menurun jauh. Keresahan dan rasa tidak aman merebak. Perpecahan terutama di tubuh umat memuncak, kemaksiatan merajalela, dan kelompok-kelompok sesat berkedok Islam semakin tumbuh berkembang. Demikian juga agama Syiah dan paham komunis yang seakan mendapat angin. Pendidikan terpuruk, pergaulan muda-mudi kian rusak, disertai keruntuhan mental dan akhlak anak bangsa. Pengawasan terhadap media massa menjadi longgar dan berekspresi mendapatkan kebebasan. Pornografi dan pornoaksi dibela, sementara syariat Islam justru dinista.
Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia (Oktober 1999). Gerakan-gerakan separatis (Aceh, Maluku, Papua) semakin berkembang. Kerusuhan terjadi di berbagai daerah, baik yang berlatar belakang agama (Maluku dan Poso) maupun etnis (Dayak dan Madura) di Kalimantan. Demikian pula serangkaian peledakan bom terjadi di beberapa kota.
Menyoroti Reformasi Abdullah bin Saba al-Yahudi dan Berbagai Reformasi Setelahnya
Para pembaca yang mulia, reformasi yang digulirkan Abdullah bin Saba al-Yahudi tak bisa dipisahkan dari serangkaian reformasi yang terjadi pada kurun-kurun setelahnya. Berbagai reformasi tersebut tak ubahnya tapak tilas gerakan reformasi yang dilakukan Abdullah bin Saba sekian abad silam.
Demikian halnya dengan reformasi Indonesia yang dimulai pada pertengahan 1998, sebagaimana paparan di atas. Tahapan-tahapan agendanya pun tak jauh berbeda;
1) Menebar berita timpang seputar penguasa
2) Provokasi massa
3) Menggelar aksi demonstrasi
4) Menyampaikan opsi tuntutan, dan
5) Penggulingan penguasa dari jabatannya.
Kelima agenda reformasi tersebut tak lain adalah prinsip utama kelompok sesat Khawarij yang jauh-jauh hari diperingatkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kelima-limanya bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian.” (an-Nisa: 59)
“Akan ada sepeninggalku nanti para penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Akan ada di antara mereka orang-orang yang berhati setan dalam bentuk manusia.”
Hudzaifah radhiyallahu anhu berkata, “Apa yang kuperbuat bila aku mengalaminya?”
“Wahai Rasulullah, kami tidak bertanya kepadamu tentang ketaatan (terhadap penguasa) yang bertakwa. Yang kami tanyakan adalah ketaatan terhadap penguasa yang berbuat demikian dan demikian.” Ia sebutkan berbagai kejelekannya.
Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah, dengarlah dan taatilah (penguasa tersebut).” (HR. Ibnu Abi Ashim, dalam as-Sunnah, dan dinilai sahihkan Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah, 2/494, no. 1064)
Imam al-Barbahari rahimahullah berkata,
“Ketahuilah, kejahatan penguasa tidaklah menghapus ketaatan kepadanya yang telah Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan melalui lisan Nabi-Nya. Kejahatan seorang penguasa akan kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-kebaikan yang engkau kerjakan bersamanya mendapat pahala yang sempurna, insyaallah. Kerjakanlah shalat berjamaah, shalat Jumat, dan jihad bersama mereka, serta bekerjasamalah dengannya dalam semua jenis ketaatan (yang dipimpinnya).” (Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 2/36, dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah, hlm. 14)
Imam Ibnu Abil Iz al-Hanafi rahimahullah berkata,
“Kewajiban menaati para penguasa tetaplah berlaku walaupun mereka berbuat jahat. Sebab, tidak menaati mereka dalam hal yang makruf dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar daripada yang ada selama ini. Sabar terhadap kejahatan mereka, mengandung ampunan dari segala dosa dan (mendatangkan) pahala yang berlipat.” (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyyah, hlm. 368)
Imam Ibnul Qayim rahimahullah berkata,
“Nabi shallallahu alaihi wa sallam mensyariatkan kepada umatnya kewajiban mengingkari kemungkaran agar terwujud dengan pengingkaran tersebut suatu kebaikan (makruf) yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Jika ingkar mungkar mengakibatkan terjadinya kemungkaran yang lebih besar serta lebih dibenci oleh Allah dan rasul-Nya, tidak boleh dilakukan walaupun Allah membenci kemungkaran tersebut dan pelakunya. Hal ini seperti pengingkaran terhadap para raja dan penguasa dengan cara memberontak. Sungguh, hal itu adalah sumber segala kejahatan dan fitnah hingga akhir masa.
Barang siapa merenungkan berbagai fitnah, besar maupun kecil, yang terjadi pada (umat) Islam niscaya akan melihat bahwa penyebabnya adalah mengabaikan prinsip ini dan tidak sabar terhadap kemungkaran, lalu berusaha untuk menghilangkannya, tetapi justru memunculkan kemungkaran yang lebih besar.” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/6)[5]
Pembaca yang mulia, demikianlah sekilas gerakan reformasi Abdullah bin Saba al-Yahudi al-Himyari dan keterkaitannya yang erat dengan serangkaian gerakan reformasi yang terjadi pada kurun setelahnya, termasuk reformasi di Indonesia. Semuanya, bertentangan dengan kalam Ilahi, menyelisihi sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan sejalan dengan prinsip kelompok sesat Khawarij yang keji.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki [1] Untuk lebih rincinya, silakan baca “Kajian Utama” Majalah Asy-Syari’ah Vol. V/No. 57/1431 H/2010, yang berjudul “Kontroversi Ibnu Saba al-Yahudi”.
[2] Semua berita timpang tersebut telah didudukkan dengan penuh objektif dan proporsional oleh al-Qadhi Abu Bakr Ibnul Arabi dalam karya tulis beliau yang monumental, al-‘Awashim minal Qawashim fi Tahqiqi Mawaqifish Shahabah ba’da Wafatin Nabi. Silakan membacanya.
[3] Lihat Sejarah Indonesia (1998-sekarang); http://www.indonesiaindonesia.com/f/2392-indonesia-era-reformasi/, Dijk, Kees van. 2001. A country in despair, Indonesia between 1997 and 2000, KITLV Press, Leiden, ISBN 90-6718-160-9, dan BBC: Timeline: Indonesia.
[4] Tidak sedikit korban berjatuhan akibat bentrokan antara demonstran dengan aparat keamanan. Demikian pula kerugian finansial akibat berbagai kerusuhan dan penjarahan yang terjadi di mana-mana. Bukan berarti kami mengingkari atau menutup mata akan adanya kekurangan/kezaliman pada masa Orde Baru, tetapi solusi semacam inilah yang kami ingkari.
[5] Apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayim rahimahullah ini benar-benar terbukti secara nyata.
asysyariah.com
No comment yet, add your voice below!