Skip to content
Risalah singkat tentang Islam berdasarkan Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah Bagian 3
  1. Allah adalah Rabb Yang Maha Penyayang; Dia sendiri yang akan menghisab seluruh makhluk-Nya pada hari Kiamat kelak setelah Dia membangkitkan mereka kembali dari alam kuburnya, lalu setiap makhluk akan diberikan balasan berdasarkan amalannya, baik amal kebaikan maupun keburukan. Siapa yang beramal kebaikan dan ia beriman, maka baginya kesenangan yang abadi (surga). Sebaliknya, siapa yang ingkar dan berbuat keburukan, maka baginya azab yang pedih di akhirat kelak.
Allah adalah Rabb Yang Maha Penyayang; Dia sendiri yang akan menghisab seluruh makhluk-Nya pada hari Kiamat kelak setelah Dia membangkitkan mereka kembali dari alam kuburnya, lalu setiap makhluk akan diberikan balasan berdasarkan amalannya, baik amal kebaikan maupun keburukan. Siapa yang beramal kebaikan dan ia beriman, maka baginya kesenangan yang abadi (surga). Sebaliknya, siapa yang ingkar dan berbuat keburukan, maka baginya azab yang pedih di hari Kiamat kelak. Dan di antara bentuk sempurnanya keadilan Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā-, kebijaksanaan serta rahmat-Nya kepada makhluk-Nya ialah Dia menjadikan dunia ini sebagai ladang untuk beramal, sedangkan akhirat dijadikan sebagai tempat pembalasan, hisab dan ladang pahala. Demikian itu agar orang yang baik akan mendapat balasan kebaikannya, sedang orang yang jahat, zalim dan suka aniaya akan mendapat balasan atas aniaya dan kezalimannya. Hal seperti ini kadang didustai oleh sebagian orang, padahal Allah telah menegaskan berbagai macam dalil yang menunjukkan bahwa hari kebangkitan itu nyata, tanpa ada keraguan sedikit pun di dalamnya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”(QS. Fuṣṣilat: 39) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.”(QS. Al-Ḥajj: 5) Allah -Ta’ālā- telah menyebutkan dalam ayat ini tiga dalil akli yang menunjukkan terjadinya hari kebangkitan, yaitu: 1- Sesungguhnya manusia ketika pertama kali diciptakan Allah itu berasal dari tanah. Maka, siapa pun yang mampu menciptakannya dari tanah, dia pasti mampu juga menghidupkannya kembali ketika ia telah menjadi tanah (mati). 2- Sejatinya siapa pun yang mampu menciptakan manusia dari air mani; pasti mampu juga menghidupkannya kembali setelah ia mati. 3- Sesungguhnya siapa pun yang mampu menghidupkan (menumbuhkan) bumi dengan air hujan setelah sebelumnya tandus; pasti mampu juga menghidupkan manusia kembali setelah kematiannya. Dalam ayat ini terdapat dalil yang agung terkait kemukjizatan Al-Qur`ān, di mana ayat ini -yang tidak terlalu panjang- mampu membawakan tiga bukti (dalil) akli yang brilian sekaligus yang seluruhnya membuktikan satu persoalan yang agung. Allah -Ta’ālā- berfirman,”(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepati; sungguh, Kami akan melaksanakannya.”(QS. Al-Anbiyā`: 104) Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?’Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk,Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.”(QS. Yāsīn: 78-79) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya?Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.”(QS. An-Nāzi’āt: 27-32) Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa penciptaan manusia itu lebih mudah dibandingkan penciptaan langit dan bumi serta seisinya. Dengan demikian; siapa pun yang mampu menciptakan langit dan bumi maka tidaklah susah baginya untuk menghidupkan manusia kembali setelah kematiannya.
  1. Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- menciptakan Adam dari tanah, lantas menjadikan anak keturunannya semakin bertambah banyak setelahnya. Maka sejatinya seluruh manusia itu sama derajatnya; tidak ada yang membedakan antara jenis ras yang satu dengan yang lain, dan tidak pula suku yang satu dengan yang lain melainkan ketakwaan.
Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- menciptakan Adam dari tanah, lantas menjadikan anak keturunannya semakin bertambah banyak setelahnya. Maka sejatinya seluruh manusia itu sama derajatnya; tidak ada yang membedakan antara jenis ras yang satu dengan yang lain, dan tidak pula suku yang satu dengan yang lain melainkan ketakwaan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”(QS. Al-Ḥujurāt: 13) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang wanita pun yang mengandung dan melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauḥ Maḥfūẓ). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”(QS. Fāṭir: 11) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami berbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti.”(QS. Gāfir: 67) Allah -Ta’ālā- berfirman untuk menegaskan bahwa Dia menciptakan Almasih Isa sesuai dengan ketentuan kauni, sebagaimana Dia menciptakan Nabi Adam dari tanah yang juga sesuai dengan ketentuan kauni. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu.”(QS. Āli ‘Imrān: 59) Sebagaimana telah disebutkan pada paragraf nomor 2; yaitu Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan bahwa seluruh manusia itu sama kedudukannya, tidak ada yang membedakan antara yang satu dengan yang lain kecuali dengan ketakwaan.
  1. Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah.
Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(QS. Ar-Rūm: 30). Ḥanīfiyyah (agama yang lurus) adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -‘alaihis-salām-. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ‘Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang yang musyrik.'”(QS. An-Naḥl: 123) Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Tidak ada satu bayi pun kecuali dilahirkan di atas fitrah (Islam). Lalu kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Sebagaimana binatang melahirkan anaknya selamat tanpa cacat, apakah kalian melihat ada cacat padanya?”Lantas Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- membaca ayat:”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(QS. Ar-Rūm: 30)(Sahih Bukhari: 4775) Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,”Ketahuilah, sesungguhnya Rabb-ku telah memerintahkan kepadaku untuk mengajarkan apa saja yang tidak kalian ketahui terkait apa-apa yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hari ini: ‘Setiap harta yang Aku berikan kepada hamba-Ku adalah halal. Dan sesungguhnya Aku telah ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (beragama tauhid), kemudian setan datang kepada mereka lalu mengeluarkan mereka dari agama mereka, mengharamkan apa saja yang Aku halalkan bagi mereka, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku padahal Aku tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya.'”(HR. Muslim: 2865).
  1. Tidak ada satu pun manusia yang dilahirkan dengan membawa dosa atau mewarisi dosa orang lain.
Tidak ada satu pun manusia yang dilahirkan dengan membawa dosa atau mewarisi dosa orang lain. Allah -Ta’ālā- mengabarkan bahwa ketika Nabi Adam -‘alaihis-salām- melanggar perintah Allah dengan memakan buah terlarang bersama istrinya, Hawa, beliau langsung menyesal dan bertobat seraya meminta ampunan kepada Allah. Akhirnya, Allah mengilhamkan kepadanya agar mengucapkan kalimat yang baik. Lantas beliau mengucapkan kalimat tersebut hingga akhirnya Allah menerima tobat keduanya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan Kami berfirman, ‘Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!’Lalu setan menggelincirkan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, ‘Turunlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kalian ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.’Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.Kami berfirman, ‘Turunlah kalian semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut bagi mereka dan mereka tidak bersedih hati.'”(QS. Al-Baqarah: 35-38) Tatkala Allah menerima tobat Nabi Adam -‘alaihis-salām-, maka beliau sudah dianggap tidak berdosa. Dengan demikian, setiap anak keturunannya kelak tidak mewarisi dosa (dari Nabi Adam), lantaran dosa beliau telah terhapuskan dengan tobat; karena pada dasarnya seseorang tidak memikul dosa orang lain. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudaratannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(QS. Al-An’ām: 164) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(QS. Al-Isrā`: 15) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu maka tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan salat. Barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah tempat kembali.”(QS. Fāṭir: 18)
  1. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah semata.
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah semata. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(QS. Aż-Żāriyāt: 56)
  1. Islam memuliakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, menjamin seluruh haknya dengan sempurna, dan menjadikannya bertanggung jawab atas seluruh pilihan, perbuatan, dan tingkah lakunya, serta harus menanggung dosa setiap perbuatannya yang dapat menyebabkan mudarat, baik untuk dirinya maupun orang lain.
Islam memuliakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Allah -Ta’ālā- menciptakan manusia agar kelak menjadi khalifah di atas muka bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'”(QS. Al-Baqarah: 30) Penghargaan dari Allah ini berlaku untuk seluruh anak keturunan Nabi Adam. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(QS. Al-Isrā`: 70) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”(QS. At-Ṭīn: 4) Allah melarang manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pengikut hina yang selalu tunduk kepada makhluk selain Allah, baik yang disembah, diikuti atau pun ditaati. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu semuanya hanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal. (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.”(QS. Al-Baqarah: 165-166) Allah -Ta’ālā- berfirman untuk menjelaskan tentang kondisi para pengikut dengan orang yang diikuti karena kesesatannya pada hari Kiamat kelak:”Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah, ‘Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa.Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘(Tidak!) Sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami agar kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.’ Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab. Dan Kami pasangkan belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. Saba`: 32-33) Di antara bentuk sempurnanya keadilan Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- pada hari Kiamat kelak adalah para dai dan pemimpin yang menyesatkan akan memikul dosa mereka sendiri dan dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun bahwa mereka disesatkan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu.”(QS. An-Naḥl: 25) Islam telah menjamin seluruh hak-hak manusia dengan sempurna di dunia dan di akhirat. Di antara hak terbesar yang dijamin oleh Islam dan telah disampaikannya kepada manusia adalah hak Allah atas manusia serta hak manusia atas Allah.Mu’āż -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan: Aku pernah dibonceng oleh Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu beliau bersabda, “Wahai Mu’āż!” Aku menjawab, “Ya, saya memenuhi panggilan Anda dengan senang hati.” Beliau bersabda seperti itu hingga tiga kali, lalu beliau melanjutkan, “Apakah kamu tahu hak Allah atas hamba-Nya?” Aku menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun.” Kemudian beliau melanjutkan perjalanannya sesaat lalu bersabda lagi, “Wahai Mu’āż!” Jawabku, “Ya, aku penuhi panggilan Anda dengan senang hati.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tahu hak hamba atas Allah jika hamba tersebut melaksanakan hal itu? Yaitu Allah tidak akan menyiksa mereka.”(Sahih Bukhari: 6840) Islam menjamin untuk penganutnya agamanya yang lurus, anak keturunannya, harta hingga kehormatannya.Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian, harta benda kalian dan kehormatan kalian, seperti haramnya (sucinya) hari kalian sekarang ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.”(Sahih Bukhari: 6501) Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- telah menyampaikan perjanjian agung ini di Haji Wadā’ (Arafah) yang dihadiri lebih dari seratus ribu sahabat. Beliau juga telah mengulang-ulang wasiat ini serta menegaskannya kembali di hari penyembelihan kurban (10 Zulhijah) di Haji Wadā’.Islam juga telah menjadikan manusia sebagai penanggung jawab atas seluruh pilihan hidupnya, perbuatan dan tingkah lakunya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari Kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.”(QS. Al-Isrā`: 13-14) Maksudnya, setiap perbuatan yang baik maupun yang buruk; pasti Allah akan tetapkan untuk pelakunya dan tidak akan Allah timpakan kepada orang lain. Dengan demikian, seseorang tidak akan dihisab atas perbuatan orang lain, dan orang lain pun tidak akan dihisab atas perbuatan orang tersebut. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.”(QS. Al-Insyiqāq: 6) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Barangsiapa mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Dan Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi para hamba.”(QS. Fuṣṣilat: 46) Islam menimpakan tanggung jawab setiap perbuatan kepada pelakunya; baik perbuatannya itu membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudaratan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-Nisā`: 111) Allah -Ta’ālā- berfirman,”Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”(QS. Al-Mā`idah: 32) Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Tidaklah setiap jiwa yang dibunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama ikut menanggung dosa pembunuhan tersebut, karena dialah yang pertama kali melakukan pembunuhan.”(Sahih Muslim: 5150)
  1. Islam menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan terkait amal perbuatan, tanggung jawab, balasan atas perbuatan dan pahala.
Islam menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hal amal perbuatan, tanggung jawab, balasan atas perbuatan dan pahala. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.”(QS. An-Nisā`: 124) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. An-Naḥl: 97) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan diberikan balasan melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga; mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.”(QS. Gāfir: 40) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. Al-Aḥzāb: 35)
  1. Islam memuliakan derajat wanita serta menjadikannya saudara kandung laki-laki (memiliki derajat hukum yang sama). Islam juga mengharuskan lelaki untuk menafkahi wanita bila ia mampu; sehingga nafkah seorang putri wajib ditanggung oleh ayahnya, nafkah seorang ibu wajib ditanggung oleh putranya bila ia balig dan mampu, serta nafkah istri wajib ditanggung oleh suaminya.
Islam menjadikan wanita itu saudara kandung laki-laki (memiliki derajat hukum yang sama).Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki-laki.”(HR. Tirmizi: 113)Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan bagi seorang anak laki-laki untuk menafkahi ibunya bila ia mampu.Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Tangan yang memberi itu lebih utama, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu: ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian yang terdekat darimu dan yang terdekat.”(HR. Imam Ahmad) Nanti akan disebutkan penjelasan khusus yang berkaitan dengan kedudukan kedua orang tua -dengan izin Allah- pada poin ke-29.Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istrinya bila ia mampu. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”(QS. Aṭ-Ṭalāq: 7) Seseorang pernah bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, “Apa hak seorang istri dari suaminya?” Beliau menjawab, “Kamu memberinya makan sebagaimana kamu makan, memberinya pakaian sebagaimana kamu berpakaian, tidak memukul wajahnya, dan tidak menjelek-jelekkannya.”(HR. Imam Ahmad)Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda untuk menjelaskan beberapa hak wanita yang harus ditunaikan oleh para suaminya,”Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.”(Sahih Muslim) Nabi -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,”Cukuplah seseorang berdosa akibat menelantarkan orang yang wajib dia nafkahi.”(HR. Imam Ahmad)Al-Khaṭṭābiy berkata,”Sabda Nabi: ‘Orang yang wajib dia nafkahi’, artinya orang yang wajib ditanggung kebutuhan pokoknya. Maksudnya, Nabi seolah-olah menyampaikan kepada orang yang mau bersedekah: janganlah engkau bersedekah dengan sesuatu sedangkan keluargamu belum tercukupi; demi mengharap pahala. Sebab hal tersebut dapat mendatangkan dosa bila engkau menelantarkan keluargamu.”Di antara bentuk pemuliaan Islam terhadap wanita ialah Islam mewajibkan seorang ayah untuk memberikan nafkah kepada putrinya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.”(QS. Al-Baqarah: 233) Allah menjelaskan bahwa kewajiban seorang ayah kandung kepada anaknya adalah memberikan makan dan pakaian dengan cara yang makruf. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.”(QS. Aṭ-Ṭalāq: 6) Allah mewajibkan seorang ayah untuk memberikan upah atas penyusuan anak. Hal ini menunjukkan akan kewajiban ayah untuk memberikan nafkah kepada anaknya. Adapun anak di sini mencakup laki-laki dan perempuan juga. Dalam hadis berikut terdapat dalil pula akan kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya dan anak-anaknya.Aisyah -raḍiyallāhu ‘anhā- meriwayatkan, bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, “Abu Sufyān itu orangnya sangat pelit, maka aku perlu mengambil hartanya (tanpa sepengetahuannya)!” Lantas Nabi menjawab,”Ambillah apa yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang makruf (wajar).”(HR. Bukhari) Nabi yang mulia juga menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak perempuan dan saudara perempuan. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Barangsiapa yang menanggung (nafkah) dua atau tiga orang anak perempuan, atau dua atau tiga orang saudara perempuan, hingga mereka dewasa atau ia meninggal lebih dulu dari mereka, maka aku bersamanya di surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan jari tengah dan telunjuknya.(As-Silsilah Aṣ-Ṣaḥiḥah: 296) sumber: islamhouse.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh