Skip to content
Risalah singkat tentang Islam berdasarkan Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah Bagian 5
  1. Rasul Allah dalam agama Islam adalah Muhammad bin Abdullah yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim -‘alaihimus-salām-. Beliau dilahirkan di Kota Mekah pada tahun 571 M, dan di tempat itu pula beliau diutus oleh Allah. Kemudian beliau hijrah ke Kota Madinah. Beliau tak pernah sekali pun ikut dalam penyembahan kepada berhala. Akan tetapi, beliau hanya menyertai mereka dalam amalan-amalan yang mulia. Beliau memiliki akhlak yang mulia sebelum diutus oleh Allah; bahkan kaumnya menjulukinya dengan gelar Al-Amīn (orang yang jujur dan terpercaya). Allah -Ta’ālā- mengutusnya sebagai rasul ketika berusia 40 tahun, dan Dia menguatkannya dengan berbagai tanda keagungan yang mulia (mukjizat). Mukjizat beliau yang paling agung adalah Al-Qurān Al-Karīm yang merupakan mukjizat paling mulia di antara mukjizat para nabi; karena Al-Qurān menjadi satu-satunya mukjizat mereka yang masih eksis hingga saat ini. Tatkala Allah telah menyempurnakan agama ini dan Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga telah menyampaikannya dengan sempurna, Allah lantas mewafatkan beliau di usia 63 tahun dan dikuburkan di Kota Madinah Munawwarah. Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup para nabi dan rasul. Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- mengutus beliau dengan membawa petunjuk dan agama yang hak; demi untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya penyembahan berhala, kekufuran serta kejahilan menuju cahaya tauhid dan keimanan. Bahkan Allah telah bersaksi untuknya bahwa Dia mengutusnya sebagai juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebenaran atas izin-Nya.
Rasul Allah dalam agama Islam adalah Muhammad bin Abdullah yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim -‘alaihimus-salām-. Beliau dilahirkan di Kota Mekah pada tahun 571 M, dan di tempat itu pula beliau diutus oleh Allah. Kemudian beliau berhijrah ke Kota Madinah. Dahulu, kaumnya menggelari beliau sebagai Al-Amīn (yang jujur dan terpercaya). Beliau tak pernah sekali pun ikut bersama kaumnya dalam penyembahan kepada berhala. Akan tetapi, beliau hanya menyertai mereka dalam amalan-amalan yang mulia. Beliau memiliki akhlak yang mulia sebelum diutus oleh Allah, bahkan Dia telah menyifati beliau sebagai pemilik akhlak yang mulia. Allah -Ta’ālā- berfirman tentang beliau,”Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”(QS. Al-Qalam: 4) Allah -Ta’ālā- mengutusnya ketika beliau berusia 40 tahun. Allah -Ta’ālā- juga telah menguatkannya dengan berbagai tanda-tanda keagungan yang mulia (mukjizat). Adapun mukjizat beliau yang paling agung adalah Al-Qurān Al-Karīm.Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,"Tidak seorang nabi pun kecuali ia diberi beberapa mukjizat yang tak bisa diserupai oleh apa pun sehingga manusia mengimaninya, namun yang diberikan kepadaku hanyalah berupa wahyu yang Allah wahyukan kepadaku, maka aku berharap menjadi manusia yang paling banyak pengikutnya di hari Kiamat."(Sahih Bukhari)Al-Qurān yang mulia adalah wahyu Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Allah berfirman tentang Al-Qurān,"Kitab (Al-Qurān) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 2) Allah -Ta’ālā- juga berfirman tentang Al-Qurān,"Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qurān? Sekiranya (Al-Qurān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."(QS. An-Nisā: 82) Allah telah menantang bangsa manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-Qurān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Katakanlah, 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qurān ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”(QS. Al-Isrā`: 88) Allah juga telah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surah yang semisal dengan sepuluh surah yang ada di dalam Al-Qurān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Bahkan mereka mengatakan, 'Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qurān itu.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qur`ān) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'”(QS. Hūd: 13) Bahkan Allah menantang mereka untuk mendatangkan satu surah saja yang semisal dengan satu surah yang ada di dalam Al-Qurān. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan jika kamu meragukan (Al-Qurān) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”(QS. Al-Baqarah: 23) (QS. Al-Isrā`: 88) Allah juga telah menantang mereka untuk mendatangkan sepuluh surah yang semisal dengan sepuluh surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Bahkan mereka mengatakan, ‘Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qurān itu.' Katakanlah, '(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (Al-Qurān) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.'” (QS. Hūd: 13) Bahkan Allah menantang mereka untuk mendatangkan satu surah saja yang semisal dengan satu surah yang ada di dalam Al-Qur`ān. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan jika kamu meragukan (Al-Qur`ān) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23) Al-Qur`ān menjadi satu-satunya mukjizat para nabi yang masih ada hingga saat ini. Tatkala Allah telah menyempurnakan agama ini dan Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga telah menyampaikannya dengan sempurna, beliau kemudian wafat di usia 63 tahun. Lalu beliau -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dikuburkan di Kota Madinah Munawwarah. Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup para nabi dan rasul. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al-Aḥzāb: 40) Diriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu lubang batu bata (yang belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata, ‘Duh, seandainya ada orang yang meletakkan batu bata di tempatnya ini.’ Beliau bersabda, ‘Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para nabi.'”(Sahih Bukhari) Di dalam Kitab Injil, Almasih -‘alaihis-salām- memberikan kabar gembira akan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-:”Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci?” Yesus berkata kepada mereka dari pihak Tuhan, “Ini merupakan suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Dan dalam Kitab Taurat yang masih ada saat ini juga terdapat perkataan Allah -Ta’ālā- kepada Nabi Musa -‘alaihis-salām-: “Seorang nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau (Musa) ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.”Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- diutus Allah -Ta’ālā- dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar. Allah -Ta’ālā- telah bersaksi untuknya bahwa ia berada di atas kebenaran dan bahwa Dia mengutusnya sebagai juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebenaran atas izin-Nya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qurān) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah menjadi saksi."(QS. An-Nisā: 166) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”(QS. Al-Fatḥ: 28) Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- mengutus beliau dengan membawa petunjuk; demi untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya penyembahan berhala, kekufuran serta kejahilan menuju cahaya tauhid dan keimanan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.”(QS. Al-Mā`idah: 16) Allah -Ta’ālā- berfirman,”Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.”(QS. Ibrāhīm: 1) “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Aḥzāb: 40) Diriwayatkan dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu lubang batu bata (yang belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata, ‘Duh, seandainya ada orang yang meletakkan batu bata di tempatnya ini.’ Beliau bersabda, ‘Maka akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para nabi.'” (Sahih Bukhari) Di dalam Kitab Injil, Almasih -‘alaihis-salām- memberikan kabar gembira akan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-: “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci?” Yesus berkata kepada mereka dari pihak Tuhan, “Ini merupakan suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Dan dalam Kitab Taurat yang masih ada saat ini juga terdapat perkataan Allah -Ta’ālā- kepada Nabi Musa -‘alaihis-salām-: “Seorang nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau (Musa) ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- diutus Allah -Ta’ālā- dengan membawa petunjuk dan ajaran yang benar. Allah -Ta’ālā- telah bersaksi untuknya bahwa ia berada di atas kebenaran dan bahwa Dia mengutusnya sebagai juru dakwah yang senantiasa mengajak kepada kebenaran atas izin-Nya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur`ān) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (QS. An-Nisā`: 166) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fatḥ: 28) Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- mengutus beliau dengan membawa petunjuk; demi untuk mengeluarkan manusia dari kelamnya penyembahan berhala, kekufuran serta kejahilan menuju cahaya tauhid dan keimanan. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Mā`idah: 16) Allah -Ta’ālā- berfirman, “Alif Lām Rā. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.” (QS. Ibrāhīm: 1)
  1. Syariat Islam yang dibawa oleh Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup seluruh risalah ilahi dan syariat rabani; yaitu syariat yang sempurna. Di dalamnya terdapat banyak kemaslahatan bagi manusia, baik yang berkaitan dengan perkara agama maupun perkara dunia. Syariat ini selalu terdepan dalam menjaga agama manusia, darah, harta, akal serta menjaga keberlangsungan anak keturunan mereka. Syariat ini juga telah menghapus seluruh syariat sebelumnya, sebagaimana syariat terdahulu juga saling menghapus satu sama lain.
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup seluruh risalah ilahi dan syariat rabani. Allah -Ta’ālā- telah menyempurnakan agama-Nya dengan risalah ini, dan nikmat juga telah disempurnakan untuk manusia dengan diutusnya Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridai Islam menjadi agama bagimu.”(QS. Al-Mā`idah: 3) Syariat Islam adalah syariat yang sempurna, di dalamnya terdapat banyak kemaslahatan bagi manusia, baik yang berkaitan dengan perkara agama maupun perkara dunia; karena syariat ini telah menyatukan seluruh syariat sebelumnya, serta menyempurnakan dan melengkapinya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Sungguh, Al-Qurān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar."(QS. Al-Isrā: 9) Syariat Islam ini telah menghapus berbagai beban dan kesulitan yang terdapat pada syariat umat terdahulu dari manusia. Allah -Ta’ālā- berfirman,”(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS. Al-A’rāf: 157) Dan syariat Islam telah menghapus seluruh syariat sebelumnya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qurān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang di turunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan."(QS. Al-Māidah: 48) Jadi, Al-Qur`ān Al-Karīm yang mencakup syariat Islam, diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab Allah sebelumnya, dan sebagai hakim (pengadil) serta penghapus syariat terdahulu. “Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Mā`idah: 3) Syariat Islam adalah syariat yang sempurna, di dalamnya terdapat banyak kemaslahatan bagi manusia, baik yang berkaitan dengan perkara agama maupun perkara dunia; karena syariat ini telah menyatukan seluruh syariat sebelumnya, serta menyempurnakan dan melengkapinya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Sungguh, Al-Qur`ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (QS. Al-Isrā`: 9) Syariat Islam ini telah menghapus berbagai beban dan kesulitan yang terdapat pada syariat umat terdahulu dari manusia. Allah -Ta’ālā- berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’rāf: 157) Dan syariat Islam telah menghapus seluruh syariat sebelumnya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang di turunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah di berikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (QS. Al-Mā`idah: 48) Jadi, Al-Qur`ān Al-Karīm yang mencakup syariat Islam, diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab Allah sebelumnya, dan sebagai hakim (pengadil) serta penghapus syariat terdahulu.
  1. Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- tidak menerima agama selain Islam yang dibawa oleh Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, siapa yang meyakini agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya.
Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- tidak menerima agama -setelah diutusnya Muhammad- selain Islam yang telah dibawa oleh beliau -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, barangsiapa yang mengikuti agama selain Islam, maka tidak akan diterima.Allah -Ta’āla- berfirman,”Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.”(QS. Āli ‘Imrān: 85) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”(QS. Āli ‘Imrān: 19) Islam adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -‘alaihis-salām-. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh.”(QS. Al-Baqarah: 130) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).”(QS. An-Nisā`: 125) Allah -Ta’ālā- memerintahkan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- agar menyampaikan kepada kaumnya:”Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.'”(QS. Al-An’ām: 161) Allah -Ta’āla- berfirman, “Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Āli ‘Imrān: 85) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Āli ‘Imrān: 19) Islam adalah agama Ibrahim Al-Khalīl -‘alaihis-salām-. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Baqarah: 130) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).” (QS. An-Nisā`: 125) Allah -Ta’ālā- memerintahkan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- agar menyampaikan kepada kaumnya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik.'” (QS. Al-An’ām: 161)
  1. Al-Qurān Al-Karīm adalah kitab suci yang Allah wahyukan kepada Rasul Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan ia adalah firman Allah, Rabb semesta alam. Allah telah menantang bangsa manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-Qurān atau satu surah yang semisal dengan surah Al-Qurān. Tantangan ini masih bertahan hingga saat ini tanpa ada satu pun yang mampu menantangnya. Al-Qurān Al-Karīm mampu menjawab berbagai problematika penting yang seringkali membingungkan jutaan manusia. Al-Qurān yang mulia masih tetap terjaga hingga saat ini dengan bahasa Arab (bahasa aslinya) seperti pertama kali diturunkan. Tak ada satu pun huruf yang berkurang hingga saat ini. Bahkan sudah tercetak dan tersebar di mana-mana. Al-Qurān adalah sebuah kitab suci yang agung, penuh dengan mukjizat serta layak untuk dibaca, baik kalimatnya (bahasa Arab) ataupun terjemahan maknanya. Sebagaimana Sunnah Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, ajaran-ajaran beliau serta biografinya juga tetap terjaga dan telah diriwayatkan secara turun-menurun melalui mata rantai para perawi yang terpercaya. Bahkan Sunnah juga telah tercetak dengan bahasa Arab, persis dengan apa yang disampaikan dahulu oleh Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Al-Qurān Al-Karīm dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sumber rujukan satu-satunya untuk berbagai hukum dan syariat Islam. Ajaran agama Islam tidak diadopsi dari hasil karya manusia, namun ajaran Islam bersumber dari wahyu ilahi; yaitu Al-Qurān yang mulia dan Sunnah Nabi.
Al-Qurān Al-Karīm adalah kitab suci yang Allah wahyukan kepada seorang rasul dari bangsa Arab, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan bahasa Arab. Kitab ini adalah perkataan Rabb semesta alam (kalāmullāh). Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, (Al-Qurān) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam.Yang dibawa turun oleh Ar-Rūḥ Al-Amīn (Jibril),ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,dengan bahasa Arab yang jelas.(QS. Asy-Syu’arā`: 192-195) Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur`ān dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui.”(QS. An-Naml: 6) Al-Qurān ini diturunkan dari sisi Allah -Ta'ālā- sebagai pembenar terdapat kitab-kitab Allah sebelumnya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan tidak mungkin Al-Qurān ini dibuat-buat oleh selain Allah; tetapi (Al-Qur`ān) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam.”(QS. Yūnus: 37) Al-Qurān yang agung mampu menyelesaikan mayoritas permasalahan yang sering diperselisihkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sungguh, Al-Qurān ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari (perkara) yang mereka perselisihkan.”(QS. An-Naml: 76) Al-Qurān yang agung ini berisi berbagai dalil dan bukti yang bisa dijadikan hujah atas seluruh manusia dalam mengetahui hakikat sebenarnya tentang Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, ajaran agama-Nya serta balasan-Nya. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qurān ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.”(QS. Az-Zumar: 27) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”(QS. An-Naḥl: 89) Al-Qurān Al-Karīm mampu menjawab berbagai problematika penting yang beragam yang seringkali membingungkan jutaan manusia. Al-Qurān Al-Karīm juga mampu menerangkan bagaimana caranya Allah -Ta’ālā- menciptakan langit dan bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. Al-Anbiyā`: 30) Al-Qur`ān juga menerangkan bagaimana cara Allah -Ta’ālā- menciptakan manusia. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.”(QS. Al-Ḥajj: 5). Dan ia menjelaskan pula ke mana akhir perjalanan manusia kelak? serta balasan apa saja yang akan didapat oleh orang yang berbuat kebajian dan orang yang berbuat keburukan setelah binasanya kehidupan ini? Berbagai dalil yang menerangkan permasalahan ini telah disebutkan pada poin nomor (20). Ia juga menjelaskan permasalahan tentang; apakah alam semesta ini muncul begitu saja (tiba-tiba) atau memang diciptakan untuk tujuan yang mulia?Allah -Ta’āla- berfirman,”Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?”(QS. Al-A’rāf: 185) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”(QS. Al-Mu`minūn: 115) Al-Qurān yang agung ini tetap terjaga sampai hari ini dan masih tetap dengan menggunakan bahasa (Arab) sebagaimana pertama kali dahulu diturunkan. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qurān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-Ḥijr: 9) Tidak ada satu huruf pun darinya yang berkurang. Mustahil bila Al-Qurān mengalami kontradiksi atau kekurangan atau pergantian. Allah -Ta'ālā- berfirman,"Maka tidakkah mereka menadaburi Al-Qurān? Sekiranya (Al-Qurān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."(QS. An-Nisā: 82) Al-Qurān sudah tercetak dan tersebar di mana-mana. Al-Qurān adalah sebuah kitab suci yang agung, penuh dengan mukjizat serta layak untuk dibaca, baik kalimatnya (bahasa Arab) ataupun terjemahan maknanya. Sebagaimana Sunnah Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, ajaran-ajaran beliau serta biografinya juga tetap terjaga dan telah diriwayatkan secara turun-menurun melalui mata rantai para perawi yang terpercaya. Bahkan Sunnah juga telah tercetak dengan bahasa Arab, persis dengan apa yang disampaikan dahulu oleh Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Al-Qurān Al-Karīm dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sumber rujukan satu-satunya untuk berbagai hukum dan syariat Islam. Ajaran agama Islam tidak diadopsi dari hasil karya manusia, namun ajaran Islam bersumber dari wahyu ilahi; yaitu Al-Qurān yang mulia dan Sunnah Nabi. Allah -Ta’ālā- berfirman tentang Al-Qurān,"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qurān ketika Al-Qurān itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qurān itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur`ān) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.”(QS. Fuṣṣilat: 41-42) Allah -Ta’ālā- berfirman tentang peran Sunnah Nabi dan bahwa ia termasuk wahyu dari Allah,”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”(QS. Al-Ḥasyr: 7) “Dan sungguh, (Al-Qur`ān) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam. Yang dibawa turun oleh Ar-Rūḥ Al-Amīn (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (QS. Asy-Syu’arā`: 192-195) Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar telah diberi Al-Qur`ān dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha Mengetahui.” (QS. An-Naml: 6) Al-Qur`ān ini diturunkan dari sisi Allah -Ta’ālā- sebagai pembenar terdapat kitab-kitab Allah sebelumnya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan tidak mungkin Al-Qurān ini dibuat-buat oleh selain Allah; tetapi (Al-Qurān) membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan seluruh alam.” (QS. Yūnus: 37) Al-Qur`ān yang agung mampu menyelesaikan mayoritas permasalahan yang sering diperselisihkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Sungguh, Al-Qur`ān ini menjelaskan kepada Bani Israil sebagian besar dari (perkara) yang mereka perselisihkan.” (QS. An-Naml: 76) Al-Qur`ān yang agung ini berisi berbagai dalil dan bukti yang bisa dijadikan hujah atas seluruh manusia dalam mengetahui hakikat sebenarnya tentang Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā-, ajaran agama-Nya serta balasan-Nya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur`ān ini segala macam perumpamaan bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 27) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Naḥl: 89) Al-Qurān Al-Karīm mampu menjawab berbagai problematika penting yang beragam yang seringkali membingungkan jutaan manusia. Al-Qurān Al-Karīm juga mampu menerangkan bagaimana caranya Allah -Ta’ālā- menciptakan langit dan bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiyā`: 30) Al-Qur`ān juga menerangkan bagaimana cara Allah -Ta’ālā- menciptakan manusia. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Wahai manusia! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim menurut kehendak Kami sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan sampai usia sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tetumbuhan yang indah.” (QS. Al-Ḥajj: 5). Dan ia menjelaskan pula ke mana akhir perjalanan manusia kelak? serta balasan apa saja yang akan didapat oleh orang yang berbuat kebajian dan orang yang berbuat keburukan setelah binasanya kehidupan ini? Berbagai dalil yang menerangkan permasalahan ini telah disebutkan pada poin nomor (20). Ia juga menjelaskan permasalahan tentang; apakah alam semesta ini muncul begitu saja (tiba-tiba) atau memang diciptakan untuk tujuan yang mulia? Allah -Ta’āla- berfirman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`ān itu?” (QS. Al-A’rāf: 185) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu`minūn: 115) Al-Qur`ān yang agung ini tetap terjaga sampai hari ini dan masih tetap dengan menggunakan bahasa (Arab) sebagaimana pertama kali dahulu diturunkan. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur`ān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Ḥijr: 9) Tidak ada satu huruf pun darinya yang berkurang. Mustahil bila Al-Qur`ān mengalami kontradiksi atau kekurangan atau pergantian. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Maka tidakkah mereka menadaburi Al-Qurān? Sekiranya (Al-Qurān) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.” (QS. An-Nisā`: 82) Al-Qurān sudah tercetak dan tersebar di mana-mana. Al-Qurān adalah sebuah kitab suci yang agung, penuh dengan mukjizat serta layak untuk dibaca, baik kalimatnya (bahasa Arab) ataupun terjemahan maknanya. Sebagaimana Sunnah Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, ajaran-ajaran beliau serta biografinya juga tetap terjaga dan telah diriwayatkan secara turun-menurun melalui mata rantai para perawi yang terpercaya. Bahkan Sunnah juga telah tercetak dengan bahasa Arab, persis dengan apa yang disampaikan dahulu oleh Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, serta telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Al-Qurān Al-Karīm dan Sunnah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah sumber rujukan satu-satunya untuk berbagai hukum dan syariat Islam. Ajaran agama Islam tidak diadopsi dari hasil karya manusia, namun ajaran Islam bersumber dari wahyu ilahi; yaitu Al-Qurān yang mulia dan Sunnah Nabi. Allah -Ta’ālā- berfirman tentang Al-Qur`ān, “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qurān ketika Al-Qurān itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qurān itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qurān) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fuṣṣilat: 41-42) Allah -Ta’ālā- berfirman tentang peran Sunnah Nabi dan bahwa ia termasuk wahyu dari Allah, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Ḥasyr: 7)
  1. Agama Islam selalu memerintahkan agar manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya, meski keduanya non muslim, serta memerintahkan untuk selalu memberikan nasihat yang baik kepada anak-anaknya.
Agama Islam selalu memerintahkan agar manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”(QS. Al-Isrā`: 23) Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”(QS. Luqmān: 14) Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, ‘Ya Tuhanku! Berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”(QS. Al-Aḥqāf: 15) Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” Beliau bersabda, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Nabi bersabda, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau bersabda, “Bapakmu.”(Sahih Muslim)Perintah Allah ini adalah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, baik keduanya muslim ataupun non muslim.Asmā` binti Abu Bakar -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkata, “Ibuku menemuiku sedang saat itu dia masih musyrik pada zaman Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku meminta pendapat kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.” Aku katakan, “Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?” Beliau menjawab, “Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu.”(Sahih Bukhari)Seandainya kedua orang tua berusaha dan berupaya keras memaksa anaknya untuk pindah dari muslim ke kafir, maka agama Islam tetap menyuruhnya -dalam kondisi sulit seperti ini- untuk tidak mematuhi keduanya dan tetap menjadi mukmin kepada Allah, serta ia tetap berusaha berbakti kepada keduanya serta mempergauli mereka dengan makruf. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. Luqmān:15) Agama Islam tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik kepada sanak familinya yang masih musyrik atau selain kerabatnya; selama mereka bukan termasuk kafir harbi (yang wajib diperangi). Allah -Ta’ālā- berfirman,”Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al-Mumtaḥanah: 8) Islam juga menyuruh orang tua untuk berwasiat yang baik kepada anak-anaknya. Adapun perkara paling agung yang diperintahkan Islam kepada orang tua adalah kewajiban untuk mengajarkan anak-anaknya tentang hak-hak Allah atas hamba-Nya; sebagaimana sabda Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- kepada sepupu beliau, Abdullah bin ‘Abbās -raḍiyallāhu ‘anhumā-,”Wahai anak muda! -atau- Wahai anak kecil! Maukah kamu aku ajari beberapa kalimat yang Allah akan memberimu manfaat dengannya.” Aku (Ibnu ‘Abbās) menjawab, “Ya.” Lalu beliau bersabda, “Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah Dia di waktu lapang niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah.”(HR. Ahmad: 4/287) Allah -Ta’ālā- juga memerintahkan kedua orang tua agar mengajarkan anak-anaknya hal-hal yang bermanfaat bagi agamanya maupun untuk perkara dunianya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Taḥrīm: 6) Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu ‘anhu- tatkala mengomentari firman Allah -Ta’ālā-:”Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”,beliau berkata, “(Maksudnya) didik dan ajari mereka.”Bahkan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menyuruh orang tua untuk mengajarkan anaknya tentang salat; agar ia terdidik dengannya. Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun.”(HR. Abu Daud).Nabi -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,”Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin pada harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”(Sahih Ibnu Ḥibbān: 4490) Islam juga memerintahkan orang tua untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya dan seluruh keluarga yang ditanggungnya. Sebagian pembahasan ini telah dijelaskan pada poin nomor 18. Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga telah menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak. Beliau bersabda,”Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang dipeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah.” Abu Qilābah berkata, “Beliau memulainya dengan keluarga.” Kemudian Abu Qilābah berkata, “Dan laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya dari seorang laki-laki yang berinfak kepada anak-anak kecilnya; ia memuliakan mereka atau Allah memberikan manfaat dengannya dan memberikan kecukupan bagi mereka?”(Sahih Muslim: 994) “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isrā`: 23) Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya selama dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqmān: 14) Allah -Ta’ālā- juga berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, ‘Ya Tuhanku! Berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim.” (QS. Al-Aḥqāf: 15) Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” Beliau bersabda, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Nabi bersabda, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau bersabda, “Bapakmu.” (Sahih Muslim) Perintah Allah ini adalah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, baik keduanya muslim ataupun non muslim. Asmā` binti Abu Bakar -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkata, “Ibuku menemuiku sedang saat itu dia masih musyrik pada zaman Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku meminta pendapat kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.” Aku katakan, “Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?” Beliau menjawab, “Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu.” (Sahih Bukhari) Seandainya kedua orang tua berusaha dan berupaya keras memaksa anaknya untuk pindah dari muslim ke kafir, maka agama Islam tetap menyuruhnya -dalam kondisi sulit seperti ini- untuk tidak mematuhi keduanya dan tetap menjadi mukmin kepada Allah, serta ia tetap berusaha berbakti kepada keduanya serta mempergauli mereka dengan makruf. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqmān:15) Agama Islam tidak melarang seorang muslim untuk berbuat baik kepada sanak familinya yang masih musyrik atau selain kerabatnya; selama mereka bukan termasuk kafir harbi (yang wajib diperangi). Allah -Ta’ālā- berfirman, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtaḥanah: 8) Islam juga menyuruh orang tua untuk berwasiat yang baik kepada anak-anaknya. Adapun perkara paling agung yang diperintahkan Islam kepada orang tua adalah kewajiban untuk mengajarkan anak-anaknya tentang hak-hak Allah atas hamba-Nya; sebagaimana sabda Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- kepada sepupu beliau, Abdullah bin ‘Abbās -raḍiyallāhu ‘anhumā-, “Wahai anak muda! -atau- Wahai anak kecil! Maukah kamu aku ajari beberapa kalimat yang Allah akan memberimu manfaat dengannya.” Aku (Ibnu ‘Abbās) menjawab, “Ya.” Lalu beliau bersabda, “Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Ingatlah Dia di waktu lapang niscaya Dia akan ingat kepadamu di waktu sempit. Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. Ahmad: 4/287) Allah -Ta’ālā- juga memerintahkan kedua orang tua agar mengajarkan anak-anaknya hal-hal yang bermanfaat bagi agamanya maupun untuk perkara dunianya. Allah -Ta’ālā- berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Taḥrīm: 6) Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu ‘anhu- tatkala mengomentari firman Allah -Ta’ālā-: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, beliau berkata, “(Maksudnya) didik dan ajari mereka.” Bahkan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menyuruh orang tua untuk mengajarkan anaknya tentang salat; agar ia terdidik dengannya. Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun.” (HR. Abu Daud). Nabi -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin pada harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (Sahih Ibnu Ḥibbān: 4490) Islam juga memerintahkan orang tua untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya dan seluruh keluarga yang ditanggungnya. Sebagian pembahasan ini telah dijelaskan pada poin nomor 18. Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga telah menjelaskan keutamaan memberikan nafkah kepada anak-anak. Beliau bersabda, “Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang dipeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah.” Abu Qilābah berkata, “Beliau memulainya dengan keluarga.” Kemudian Abu Qilābah berkata, “Dan laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya dari seorang laki-laki yang berinfak kepada anak-anak kecilnya; ia memuliakan mereka atau Allah memberikan manfaat dengannya dan memberikan kecukupan bagi mereka?” (Sahih Muslim: 994) sumber: islamhouse.com

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Donasikan Harta Anda Untuk Membantu Mereka Yang Membutuhkan dan Jadilah Golongan Orang Yang Suka Beramal Soleh