Risalah singkat tentang Islam berdasarkan Al-Qur`ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah Bagian 6
30. Islam memerintahkan untuk berbuat adil; baik dalam ucapan maupun perbuatan, meskipun terhadap para musuh.
Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- memiliki sifat adil dalam setiap perbuatan dan dalam mengatur para hamba-Nya, Dia senantiasa di atas jalan yang lurus di setiap perintah dan larangan-Nya, dan di setiap penciptaan dan takdir-Nya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”(QS. Āli ‘Imrān: 18)
Allah -Ta’ālā- juga memerintahkan untuk berbuat adil. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.'”(QS. Al-A’rāf: 29)
Seluruh rasul dan nabi -‘alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- diutus untuk menegakkan keadilan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”(QS. Al-Ḥadīd: 25)
Neraca keadilan artinya berbuat adil dalam perkataan dan perbuatan.Islam memerintahkan untuk berbuat adil, baik dalam ucapan maupun perbuatan, meskipun terhadap para musuh:”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Nisā`: 135)
Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”(QS. Al-Mā`idah: 2)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”(QS. Al-Mā`idah: 8)
Apakah engkau bisa mendapati dalam undang-undang manusia sekarang, atau dalam ajaran agama lain seperti syariat Islam ini; yang senantiasa menyuruh bersaksi dengan adil serta berkata jujur sekalipun terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat, serta mengharuskan untuk berbuat adil sekalipun dengan musuh ataupun dengan teman sendiri?!Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga memerintahkan orang tua untuk berbuat adil pada anak-anaknya.Āmir meriwayatkan: Aku mendengar An-Nu’mān bin Basyīr -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkhotbah di atas mimbar, ia berkata, “Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka ‘Amrah binti Rawāḥah berkata, ‘Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.’ Maka bapakku menemui Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dan berkata, ‘Aku memberi anakku dari ‘Amrah binti Rawāḥah sebuah hadiah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu memberikan seperti ini kepada semua anakmu ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian.’ Maka ‘Amir kembali, dan An-Nu’mān mengembalikan pemberian ayahnya.”(Sahih Bukhari: 2587)
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (Juga menyatakan yang demikian itu) para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
(QS. Āli ‘Imrān: 18)
Allah -Ta’ālā- juga memerintahkan untuk berbuat adil. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.'”
(QS. Al-A’rāf: 29)
Seluruh rasul dan nabi -‘alaihimuṣ-ṣalāh was-salām- diutus untuk menegakkan keadilan. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”
(QS. Al-Ḥadīd: 25)
Neraca keadilan artinya berbuat adil dalam perkataan dan perbuatan.
Islam memerintahkan untuk berbuat adil, baik dalam ucapan maupun perbuatan, meskipun terhadap para musuh:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
(QS. An-Nisā`: 135)
Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Mā`idah: 2)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS. Al-Mā`idah: 8)
Apakah engkau bisa mendapati dalam undang-undang manusia sekarang, atau dalam ajaran agama lain seperti syariat Islam ini; yang senantiasa menyuruh bersaksi dengan adil serta berkata jujur sekalipun terhadap diri sendiri, kedua orang tua dan kerabat, serta mengharuskan untuk berbuat adil sekalipun dengan musuh ataupun dengan teman sendiri?!
Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga memerintahkan orang tua untuk berbuat adil pada anak-anaknya.
Āmir meriwayatkan: Aku mendengar An-Nu’mān bin Basyīr -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkhotbah di atas mimbar, ia berkata, “Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka ‘Amrah binti Rawāḥah berkata, ‘Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-.’ Maka bapakku menemui Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dan berkata, ‘Aku memberi anakku dari ‘Amrah binti Rawāḥah sebuah hadiah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu memberikan seperti ini kepada semua anakmu ?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Bertakwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anak kalian.’ Maka ‘Amir kembali, dan An-Nu’mān mengembalikan pemberian ayahnya.”
(Sahih Bukhari: 2587)
Oleh karena itu, urusan manusia dan negara tidak akan bisa teratur kecuali dengan keadilan, dan manusia juga tidak akan merasakan aman terkait agama, darah, anak keturunan, kehormatan, harta benda, dan negaranya kecuali dengan keadilan pula. Oleh karena itu, kita mendapati Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan para sahabat untuk berhijrah ke negeri Ḥabasyah tatkala orang-orang kafir Mekah berusaha menekan kaum muslimin di Kota Mekah. Beliau beralasan bahwa raja di negeri tersebut berlaku adil dan tidak berbuat zalim kepada siapa pun.
31. Islam memerintahkan untuk berbuat kebaikan kepada seluruh makhluk serta mengajak mereka kepada akhlak yang mulia dan amalan kebaikan.
Islam memerintahkan untuk berbuat kebaikan kepada seluruh makhluk. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat.”(QS. An-Naḥl: 90)Allah -Ta’ālā- berfirman,”(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”(QS. Āli ‘Imrān: 134)Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku baik terhadap segala sesuatu; jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu.”(Sahih Muslim: 1955)Islam mengajak kepada akhlak mulia dan amal baik. Allah -Ta’ālā- berfirman tentang sifat Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- yang tercantum dalam kitab-kitab suci terdahulu:”(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(QS. Al-A’rāf: 157)Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”ًWahai Aisyah! Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi pada sikap lembut apa yang tidak diberikan pada sikap keras, dan apa yang tidak diberikan pada selainnya.”(Sahih Muslim: 2593)Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan tidak suka memberi namun suka meminta-minta, dan Allah juga mengharamkan kepada kalian menyebarkan desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”(Sahih Bukhari: 2408)Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!”(Sahih Muslim: 54)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat.”
(QS. An-Naḥl: 90)
Allah -Ta’ālā- berfirman,
“(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Āli ‘Imrān: 134)
Rasulullah Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku baik terhadap segala sesuatu; jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu.”
(Sahih Muslim: 1955)
Islam mengajak kepada akhlak mulia dan amal baik. Allah -Ta’ālā- berfirman tentang sifat Rasul Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- yang tercantum dalam kitab-kitab suci terdahulu:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ān), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al-A’rāf: 157)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“ًWahai Aisyah! Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi pada sikap lembut apa yang tidak diberikan pada sikap keras, dan apa yang tidak diberikan pada selainnya.”
(Sahih Muslim: 2593)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya Allah -Ta’ālā- telah mengharamkan kepada kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup dan tidak suka memberi namun suka meminta-minta, dan Allah juga mengharamkan kepada kalian menyebarkan desas-desus, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”
(Sahih Bukhari: 2408)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!”
(Sahih Muslim: 54)
32. Islam memerintahkan untuk berakhlak mulia, seperti: jujur, menunaikan amanah, menjaga kehormatan, bersifat malu, berani, bekerja keras, dermawan, membantu orang yang membutuhkan, menolong orang yang terkena musibah, memberi makan orang yang kelaparan, berbuat baik kepada tetangga, menyambung tali silaturahmi serta bersikap lemah lembut kepada hewan.
Islam memerintahkan untuk berakhlak mulia. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”(Sahih Al-Adab Al-Mufrad: 207)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang sombong.”(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)
Abdullah bin ‘Amr -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji dan suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda, ‘Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.'”(Sahih Bukhari: 3559)
Dan berbagai ayat dan hadis lainnya yang menunjukkan bahwa Islam selalu menganjurkan untuk berakhlak mulia dan beramal baik secara umum.Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah jujur. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur.”(Sahih Muslim: 2607)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menunaikan amanah. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.”(QS. An-Nisā`: 58)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menjaga kesucian diri. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Tiga golongan yang pasti Allah tolong”, di antara mereka adalah: “orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa.”(Sunan At-Tirmiżiy: 1655)
Di antara doa yang sering diucapkan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah:”Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sifat ifah dan kecukupan.”(Sahih Muslim: 2721)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah memiliki rasa malu. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.”(Sahih Bukhari: 6117)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”(HR. Baihaqi dalam Syu’ab Al-Īmān: 6/2619)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah keberanian. Anas -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata,”Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh pernah terjadi ketakutan yang menimpa penduduk Madinah, dan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- orang yang mendahului mereka (mencari sumber ketakutan) dengan menunggang kuda.”(Sahih Bukhari: 2820)
Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari sikap pengecut seraya berdoa:”Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut.”(Sahih Bukhari: 6374)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah bekerja keras dan dermawan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah: 261)
Di antara akhlak Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah dermawan. Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkata,”Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah manusia yang paling dermawan, terutama pada bulan Ramadan ketika Jibril -‘alaihis-salām- mendatanginya. Jibril -‘alaihis-salām- mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan hingga berakhir; Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menyetorkan hafalan Al-Qur`ān kepadanya. Dan jika Jibril menemuinya, maka beliau lebih dermawan daripada angin yang berhembus.”(Sahih Bukhari: 1902)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah membantu orang yang membutuhkan, menolong orang yang terkena musibah, memberi makan orang yang kelaparan, berbuat baik kepada tetangga, menyambung tali silaturahmi serta bersikap lemah lembut kepada hewan.
Abdullah bin ‘Amr -raḍiyallāhu ‘anhumā- meriwayatkan bahwasannya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, “Amalan apa yang terbaik dalam Islam?” Beliau menjawab, “Engkau memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal.”(Sahih Bukhari: 12)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Ketika seorang laki-laki berjalan di suatu jalan, dia merasa sangat haus. Dia pun mendapatkan sebuah sumur, lalu dia turun dan minum. Kemudian dia keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidah menjilat tanah karena kehausan. Laki-laki itu berkata, ‘Sungguh, anjing ini telah mencapai haus seperti yang telah aku alami.’ Lalu dia turun ke dalam sumur dan mengisi air ke dalam sepatunya kemudian menggigitnya dengan mulutnya hingga naik ke atas dan segera memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kita akan mendapatkan pahala pada hewan ternak?” Beliau bersabda, “Menolong setiap makhluk yang memiliki limpa basah akan mendatangkan pahala.”(Sahih Ibnu Ḥibbān: 544)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,”Orang yang berusaha memberi nafkah pada janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad fi sabilillah, atau orang yang mengerjakan salat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang.”(Sahih Bukhari: 5353)
Islam menekankan pentingnya memperhatikan hak-hak kerabat serta mewajibkan untuk menjalin tali silaturahmi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah).”(QS. Al-Aḥzāb: 6)
Islam mengingatkan bahaya memutus tali silaturahmi, dan peringatan ini disandingkan dengan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan (Allah) menjadikan mereka tuli, dan membutakan penglihatan mereka.”(QS. Muḥammad: 22-23)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersbada, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.”(Sahih Muslim: 2556) Kerabat yang wajib disambung tali silaturahminya adalah kedua orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari pihak bapak, bibi dari pihak bapak, paman dari pihak ibu dan bibi dari pihak ibu.Islam juga menekankan pentingnya memperhatikan hak tetangga, sekalipun ia non muslim. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”(QS. An-Nisā`: 36)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.”(Sahih Abī Dāwūd: 5152)
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
(Sahih Al-Adab Al-Mufrad: 207)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian. Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara serta bermulut besar.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami sudah tahu orang yang banyak bicara dan bergaya dalam bicara, lantas apakah yang dimaksud dengan bermulut besar?” Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang sombong.”
(As-Silsilah Aṣ-Sahihah: 791)
Abdullah bin ‘Amr -raḍiyallāhu -anhumâ- berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bukanlah orang yang keji dan suka berbuat keji. Beliau pernah bersabda, ‘Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya.'”
(Sahih Bukhari: 3559)
Dan berbagai ayat dan hadis lainnya yang menunjukkan bahwa Islam selalu menganjurkan untuk berakhlak mulia dan beramal baik secara umum.
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah jujur. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur.”
(Sahih Muslim: 2607)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menunaikan amanah. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.”
(QS. An-Nisā`: 58)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah menjaga kesucian diri. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Tiga golongan yang pasti Allah tolong”, di antara mereka adalah: “orang yang ingin menikah agar dirinya terjaga dari dosa.”
(Sunan At-Tirmiżiy: 1655)
Di antara doa yang sering diucapkan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah:
“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sifat ifah dan kecukupan.”
(Sahih Muslim: 2721)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah memiliki rasa malu. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.”
(Sahih Bukhari: 6117)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”
(HR. Baihaqi dalam Syu’ab Al-Īmān: 6/2619)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah keberanian. Anas -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata,
“Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh pernah terjadi ketakutan yang menimpa penduduk Madinah, dan Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- orang yang mendahului mereka (mencari sumber ketakutan) dengan menunggang kuda.”
(Sahih Bukhari: 2820)
Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- senantiasa memohon perlindungan kepada Allah dari sikap pengecut seraya berdoa:
“Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut.”
(Sahih Bukhari: 6374)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah bekerja keras dan dermawan. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 261)
Di antara akhlak Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah dermawan. Ibnu ‘Abbās -raḍiyallāhu ‘anhumā- berkata,
“Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- adalah manusia yang paling dermawan, terutama pada bulan Ramadan ketika Jibril -‘alaihis-salām- mendatanginya. Jibril -‘alaihis-salām- mendatanginya setiap malam di bulan Ramadan hingga berakhir; Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- menyetorkan hafalan Al-Qur`ān kepadanya. Dan jika Jibril menemuinya, maka beliau lebih dermawan daripada angin yang berhembus.”
(Sahih Bukhari: 1902)
Di antara perkara yang diperintahkan Islam adalah membantu orang yang membutuhkan, menolong orang yang terkena musibah, memberi makan orang yang kelaparan, berbuat baik kepada tetangga, menyambung tali silaturahmi serta bersikap lemah lembut kepada hewan.
Abdullah bin ‘Amr -raḍiyallāhu ‘anhumā- meriwayatkan bahwasannya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, “Amalan apa yang terbaik dalam Islam?” Beliau menjawab, “Engkau memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan orang yang tidak engkau kenal.”
(Sahih Bukhari: 12)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Ketika seorang laki-laki berjalan di suatu jalan, dia merasa sangat haus. Dia pun mendapatkan sebuah sumur, lalu dia turun dan minum. Kemudian dia keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang menjulurkan lidah menjilat tanah karena kehausan. Laki-laki itu berkata, ‘Sungguh, anjing ini telah mencapai haus seperti yang telah aku alami.’ Lalu dia turun ke dalam sumur dan mengisi air ke dalam sepatunya kemudian menggigitnya dengan mulutnya hingga naik ke atas dan segera memberi minum anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya.” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kita akan mendapatkan pahala pada hewan ternak?” Beliau bersabda, “Menolong setiap makhluk yang memiliki limpa basah akan mendatangkan pahala.”
(Sahih Ibnu Ḥibbān: 544)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda,
“Orang yang berusaha memberi nafkah pada janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad fi sabilillah, atau orang yang mengerjakan salat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang.”
(Sahih Bukhari: 5353)
Islam menekankan pentingnya memperhatikan hak-hak kerabat serta mewajibkan untuk menjalin tali silaturahmi. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah).”
(QS. Al-Aḥzāb: 6)
Islam mengingatkan bahaya memutus tali silaturahmi, dan peringatan ini disandingkan dengan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, lalu kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; dan (Allah) menjadikan mereka tuli, dan membutakan penglihatan mereka.”
(QS. Muḥammad: 22-23)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersbada, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.”
(Sahih Muslim: 2556)
Kerabat yang wajib disambung tali silaturahminya adalah kedua orang tua, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari pihak bapak, bibi dari pihak bapak, paman dari pihak ibu dan bibi dari pihak ibu.
Islam juga menekankan pentingnya memperhatikan hak tetangga, sekalipun ia non muslim. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
(QS. An-Nisā`: 36)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sampai aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.”
(Sahih Abī Dāwūd: 5152)
33. Islam telah menghalalkan hal-hal yang baik terkait makanan dan minuman, serta memerintahkan untuk selalu menjaga kebersihan hati, tubuh, dan rumah. Oleh karena itu, Islam menghalalkan pernikahan, sebagaimana para nabi juga diperintahkan untuk menikah, serta mereka menyuruh kaumnya untuk berbuat amalan yang baik pula.
Islam telah menghalalkan hal-hal yang baik terkait makanan maupun minuman. Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali perkara yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman, ‘Wahai para rasul! Makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al-Mu`minūn: 51).
Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'” (QS. Al-Baqarah: 172).
Kemudian beliau menyebutkan: “Seorang laki-laki mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), ‘Ya Rabb! Ya Rabb!’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?”(Sahih Muslim: 1015)
Allah -Ta’ālā- berfirman,”Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?’ Katakanlah, ‘Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.’ Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.”(QS. Al-A’rāf: 32)
Islam memerintahkan juga untuk selalu menjaga kebersihan hati, badan dan rumah. Oleh karena itu, Islam menghalalkan pernikahan, sebagaimana para nabi dan rasul -‘alaihimus-salām- juga diperintahkan untuk menikah. Maka, mereka pun menyuruh manusia untuk berbuat amalan yang baik pula. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”(QS. An-Naḥl: 72)
Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan pakaianmu bersihkanlah.Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.”(QS. Al-Muddaṡṡir: 4-5)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong seberat zarah sekalipun.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia.”(Sahih Muslim: 91)
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali perkara yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul, Allah berfirman, ‘Wahai para rasul! Makanlah yang baik-baik dan kerjakanlah amal saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al-Mu`minūn: 51).
Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.'” (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan: “Seorang laki-laki mengadakan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (sembari berkata), ‘Ya Rabb! Ya Rabb!’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dengan yang haram, lalu bagaimana bisa doanya dikabulkan?”
(Sahih Muslim: 1015)
Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?’ Katakanlah, ‘Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat.’ Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.”
(QS. Al-A’rāf: 32)
Islam memerintahkan juga untuk selalu menjaga kebersihan hati, badan dan rumah. Oleh karena itu, Islam menghalalkan pernikahan, sebagaimana para nabi dan rasul -‘alaihimus-salām- juga diperintahkan untuk menikah. Maka, mereka pun menyuruh manusia untuk berbuat amalan yang baik pula. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”
(QS. An-Naḥl: 72)
Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan pakaianmu bersihkanlah.
Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah.”
(QS. Al-Muddaṡṡir: 4-5)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong seberat zarah sekalipun.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia.”
(Sahih Muslim: 91)
34. Islam mengharamkan pokok-pokok dasar keharaman, seperti: berbuat syirik kepada Allah, kekufuran, menyembah berhala, berkata atas nama Allah tanpa didasari ilmu, membunuh anak-anak, menghilangkan nyawa yang terjaga kehormatannya, berbuat kerusakan di muka bumi, sihir, perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perzinaan, dan homoseksual. Islam juga telah mengharamkan riba, makan bangkai, hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung dan berhala, daging babi dan seluruh perkara yang najis dan menjijikkan. Islam juga mengharamkan makan harta anak yatim, mengurangi timbangan dan takaran, serta mengharamkan pemutusan tali silaturahmi. Dan seluruh nabi -‘alaihimus-salām- bersepakat untuk mengharamkan perkara-perkara ini.
Islam mengharamkan pokok-pokok dasar keharaman, seperti: berbuat syirik kepada Allah, kekufuran, menyembah berhala, berkata atas nama Allah tanpa didasari ilmu, dan membunuh anak-anak. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat atau pun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berbicara, maka hendaklah berlaku adil, sekalipun dia kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”(QS. Al-An’ām: 151-152)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Katakanlah (Muhammad), ‘Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al-A’rāf: 33)
Islam mengharamkan pembunuhan jiwa yang terjaga kehormatannya. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”(QS. Al-Isrā`: 33)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.”(QS. Al-Furqān: 68)
Islam juga mengharamkan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik.”(QS. Al-A’rāf: 56)
Allah -Ta’ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Syu’aib -‘alaihis-salām- tatkala berkata kepada kaumnya,”Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”(QS. Al-A’rāf: 85)
Islam juga mengharamkan praktik sihir. Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- berfirman,”Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir. Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang.”(QS. Ṭāhā: 69)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,”Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari pertempuran dan menuduh wanita yang suci lagi beriman nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina.”(Sahih Bukhari: 6857)
Islam mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perzinaan dan homoseksual. Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat yang menunjukkan permasalahan ini. Islam juga mengharamkan riba. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).”(QS. Al-Baqarah: 278-279)
Allah -Ta’ālā- tidak mengancam pelaku kemaksiatan dengan genderang perang sebagaimana ancaman yang diberikan kepada pelaku riba. Hal tersebut dikarenakan riba dapat menyebabkan rusaknya agama, negara, harta benda dan jiwa.Islam juga telah mengharamkan makan bangkai, hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung dan berhala, serta daging babi. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan.”(QS. Al-Mā`idah: 3)
Islam mengharamkan minuman keras dan seluruh perkara yang najis dan menjijikkan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”(QS. Al-Mā`idah: 90-91)
Telah disebutkan pada poin nomor (31), Allah -Ta’ālā- mengabarkan bahwa salah satu sifat Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- yang tercantum di Taurat adalah mengharamkan hal-hal yang menjijikkan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”(QS. Al-A’rāf: 157)
Islam mengharamkan memakan harta anak yatim. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.”(QS. An-Nisā`: 2)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,”Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”(QS. An-Nisā`: 10)
Islam juga mengharamkan kecurangan dalam takaran dan timbangan. Allah -Ta’ālā- berfirman,”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan?!”(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-4)
“Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat atau pun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berbicara, maka hendaklah berlaku adil, sekalipun dia kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
(QS. Al-An’ām: 151-152)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,
“Katakanlah (Muhammad), ‘Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
(QS. Al-A’rāf: 33)
Islam mengharamkan pembunuhan jiwa yang terjaga kehormatannya. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
(QS. Al-Isrā`: 33)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,
“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.”
(QS. Al-Furqān: 68)
Islam juga mengharamkan perbuatan merusak di atas muka bumi. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik.”
(QS. Al-A’rāf: 56)
Allah -Ta’ālā- berfirman mengabarkan tentang Nabi Syu’aib -‘alaihis-salām- tatkala berkata kepada kaumnya,
“Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”
(QS. Al-A’rāf: 85)
Islam juga mengharamkan praktik sihir. Allah -Subḥānahu wa Ta’ālā- berfirman,
“Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir. Dan tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang.”
(QS. Ṭāhā: 69)
Rasulullah -șallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa saja dosa-dosa yang membinasakan itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang telah Allah haramkan melainkan dengan cara yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling (lari) dari pertempuran dan menuduh wanita yang suci lagi beriman nan menjaga kehormatannya dengan tuduhan berbuat zina.”
(Sahih Bukhari: 6857)
Islam mengharamkan perbuatan keji yang tampak maupun yang tersembunyi, perzinaan dan homoseksual. Di awal pembahasan ini telah disebutkan beberapa ayat yang menunjukkan permasalahan ini. Islam juga mengharamkan riba. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman.
Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).”
(QS. Al-Baqarah: 278-279)
Allah -Ta’ālā- tidak mengancam pelaku kemaksiatan dengan genderang perang sebagaimana ancaman yang diberikan kepada pelaku riba. Hal tersebut dikarenakan riba dapat menyebabkan rusaknya agama, negara, harta benda dan jiwa.
Islam juga telah mengharamkan makan bangkai, hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung dan berhala, serta daging babi. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah kefasikan.”
(QS. Al-Mā`idah: 3)
Islam mengharamkan minuman keras dan seluruh perkara yang najis dan menjijikkan. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”
(QS. Al-Mā`idah: 90-91)
Telah disebutkan pada poin nomor (31), Allah -Ta’ālā- mengabarkan bahwa salah satu sifat Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- yang tercantum di Taurat adalah mengharamkan hal-hal yang menjijikkan. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang umi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.”
(QS. Al-A’rāf: 157)
Islam mengharamkan memakan harta anak yatim. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang buruk dengan yang baik, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.”
(QS. An-Nisā`: 2)
Allah -Ta’ālā- juga berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
(QS. An-Nisā`: 10)
Islam juga mengharamkan kecurangan dalam takaran dan timbangan. Allah -Ta’ālā- berfirman,
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,
(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,
dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.
Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan?!”
(QS. Al-Muṭaffifīn: 1-4)
Islam juga telah mengharamkan untuk memutus tali silaturahmi. Pada poin nomor (31) telah disebutkan beberapa ayat dan hadis yang menunjukkan hal ini. Bahkan seluruh nabi dan rasul -‘alaihimus-salām- telah bersepakat tentang haramnya perkara-perkara ini.
islamhouse.com
No comment yet, add your voice below!