Oleh Barat (baca: musuh-musuh Islam), selama ini masyarakat Islam dikesankan sebagai sebuah gambaran keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan sebagainya. Begitu kuatnya kesan itu, sehingga umat Islam pun berhasil dibuat alergi dengan segala atribut dan nilai yang berbau Islam. Alhasil, umat merasa lebih nyaman dan lebih percaya diri jika berbusana ala Barat, atau menjadi bagian dari produk-produk budaya Barat.
Sejarah mencatat, kehidupan umat manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah jauh dari petunjuk Ilahi. Norma-norma kebenaran dan akhlak mulia nyaris terkikis oleh kerasnya kehidupan. Tidak heran bila masa itu dikenal dengan masa jahiliah.
Ketika kehidupan umat manusia telah mencapai puncak kebobrokannya, Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Rasul pilihan-Nya Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa petunjuk Ilahi dan agama yang benar, untuk mengentaskan umat manusia dari jurang kejahiliahan yang gelap gulita menuju kehidupan Islami yang terang benderang.
Beliau tunjukkan semua jalan kebaikan, dan beliau peringatkan tentang jalan-jalan kebatilan. Benar-benar terasa bahwa kenabian dan apa yang beliau bawa merupakan berkah dan rahmat bagi semesta alam.
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (al-Anbiya: 107)
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala telah nobatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan terbaik bagi umat manusia. Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintah seluruh umat manusia untuk mengikutinya.
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian.” (al-Ahzab: 21)
“Dan ikutilah dia (Muhammad), agar kalian mendapat petunjuk.” (al- A’raf: 158)
Lebih dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengancam orang-orang yang menentangnya dan menyalahi perintahnya.
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah menguasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (an-Nisa’: 115)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63)
Atas dasar itulah, segala ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah batil dan tidak boleh untuk diikuti, lebih-lebih lagi bila bersumber dari orang-orang kafir. Oleh karena itu, di antara prinsip Islam yang kokoh adalah kewajiban mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dilarang untuk mengikuti atau bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pengertian Tasyabbuh
Tasyabbuh secara etimologis adalah bentuk mashdar dari (تَشَبَّهَ – يَتَشَبَّهُ) yang berarti menyerupai orang lain dalam suatu perkara.
Secara terminologis, tasyabbuh adalah menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal akidah, ibadah, perayaan/seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri, dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka.
Hukum Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Telah kami sebutkan sekian dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’, atsar (amalan/perkataan sahabat dan tabi’in), dan pengalaman[1], yang semuanya menunjukkan bahwa menyerupai mereka dilarang secara global. Menyelisihi tata cara mereka merupakan sesuatu yang disyariatkan baik yang sifatnya wajib ataupun anjuran sesuai dengan tempatnya masing-masing.” (Iqtidha ash-Shirathil Mustaqim, 1/473)
Siapakah Orang-Orang Kafir yang Tidak Boleh Kita Serupai?
Orang-orang kafir yang tidak boleh kita menyerupainya meliputi ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir lainnya.
Bahaya Tasyabbuh dengan Orang-Orang Kafir
Di antara bahaya dan dampak negatif tasyabbuh adalah:
- Partisipasi dalam penampilan dan akhlak akan mewarisi kesesuaian dan kecenderungan kepada mereka, yang kemudian mendorong untuk saling menyerupai dalam hal akhlak dan perbuatan.
- Menyerupai dalam penampilan dan akhlak, menjadikan kesamaan penampilan dengan mereka, sehingga tidak tampak lagi perbedaan secara zahir antara umat Islam dengan Yahudi dan Nasrani (orang-orang kafir).
- Itu terjadi pada hal-hal yang asalnya mubah. Bila terjadi pada hal-hal yang menyebabkan kekafiran, maka sungguh telah jatuh ke dalam cabang kekafiran.
- Tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara dunia akan mewariskan kecintaan dan kedekatan terhadap mereka. Lalu bagaimana dalam perkara-perkara agama? Sungguh kecintaan dan kedekatan itu akan semakin besar dan kuat, padahal kecintaan dan kedekatan terhadap mereka dapat meniadakan keimanan seseorang.
- Lebih dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan,
- Perkara yang disyariatkan dalam agama kita dan juga dalam agama mereka atau dahulu bukan syariat mereka namun saat ini mereka kerjakan sebagaimana kita mengerjakannya, seperti: shaum ‘Asyura (10 Muharram, pen), shalat, dan shaum (puasa). Cara menyelisihinya adalah mengerjakannya dengan cara/ tuntunan yang berbeda dengan mereka. Contohnya seperti mengiringkan shaum tasu’a (puasa 9 Muharram, -pen.) bersamaan dengan ‘Asyura, menyegerakan berbuka dan shalat maghrib, serta mengakhirkan sahur.
- Perkara yang disyariatkan dalam agama mereka namun kemudian dimansukh (dihapus) secara total, seperti hari Sabtu atau kewajiban shalat/shaum tertentu. Diharamkan bagi kita untuk menyerupai mereka dalam perkara tersebut. Bahkan menyerupai mereka dalam perkara tersebut lebih jelek dari menyerupai mereka dalam perkara jenis pertama.
- Perkara yang mereka ada-adakan dalam hal ibadah, adat, atau ibadah yang berkaitan dengan adat. Menyerupai mereka dalam jenis ini lebih jelek dari menyerupai mereka dalam dua jenis lainnya. (Diringkas dari Iqtidha ash-Shirathil Mustaqim, 1/437—477)
- Pemakainya menyerupai orang-orang kafir, karena umat Islam dahulu memakai sirwal (celana) yang longgar dan lebar, yang sampai hari ini sebagiannya masih dipakai di Syiria dan Lebanon. Umat Islam tidaklah mengenalnya kecuali setelah masa penjajahan. Dan ketika para penjajah itu hengkang, mereka tinggalkan peninggalan-peninggalan yang jelek, yang akhirnya diambil oleh (sebagian besar) umat Islam karena kebodohannya.
- Pantalon itu membentuk aurat, karena aurat laki-laki adalah dari lutut hingga pusar. Seorang yang mengerjakan shalat sudah seharusnya menjauhkan diri dari maksiat, lalu bagaimana dengan seseorang yang dalam keadaan sujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan kedua pantatnya bahkan di antara keduanya tampak membentuk (karena shalat memakai pantalon, -pen.)?! Bagaimana orang ini mengerjakan shalat (dalam keadaan demikian) sedangkan dia sedang menghadap Rabb Semesta Alam?!…” (al-Qaulul Mubin Fi Akhthail Mushallin, hlm. 20—21)
- Menyelisihi mereka dalam perkara-perkara yang zahir (penampilan dan akhlak) merupakan suatu maslahat bagi orang-orang yang beriman. Dengan itu, akan tampak perbedaan penampilan yang dapat menjauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan para penghuni an-naar tersebut.
- Bahwasanya cara/jalan yang mereka miliki tidak keluar dari dua keadaan: merusak atau mempunyai kelemahan. Karena seluruh amalan yang mereka ada-adakan dalam agama dan juga yang mansukh (terhapus dengan syariat Islam) sifatnya merusak. Bahkan amalan mereka yang tidak mansukh mempunyai banyak kelemahan dan masih mengalami proses penambahan atau pengurangan dalam syariat Islam.
- Menyelisihi mereka merupakan sebab jayanya agama Islam.
- Menyelisihi mereka termasuk tujuan utama diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Dengan menyelisihi mereka akan terbedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir, dan tidak saling menyerupai satu dengan yang lainnya. (Diringkas dari kitab Iqtidha ash-Shirathil Mustaqim, juz 1 hlm. 197, 198, 209, dan 365)
No comment yet, add your voice below!